Kisah Aladin dan Lampu Wasiat Ajaib Tuan Jin
Aladin Kecil—Pada suatu masa dikisahkan satu cerita dari timur tengah bernama negeri Irak. Hiduplah seorang anak kecil nan baik hati bernama Aladin dan ibunya. Ya, mereka hanya tinggal berdua setelah sang ayah meninggal dunia.
Keadaan perekonomian mereka sedikitpun tidak bisa dikatakan berkecukupan. Mereka hidup miskin, ibunya selalu bekerja serabutan supaya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ya, tidak ada peninggalan mendiang suaminya terkecuali sebuah rumah yang kini masih ditinggali Aladin dan ibunya.
Akan tetapi mereka tidak mudah pantang menyerah, kepercayaan terhadap Tuhan menjadi kekuatan terbesar bagi kehidupan keduanya. Sehingga tidak ada alasan untuk putus asa, Tuhan bersama mereka setiap saat. Itulah keyakinan yang sangat kuat telah melekat di sanubari.
Kehidupan di lingkungannya memang cukup menjanjikan jika setiap orang memiliki kemampuan dari berbagai bidang. Seperti modal yang cukup untuk membuka peluang usaha. Kebanyakan mereka berprofesi sebagai pedagang, meskipun sebagian memiliki pekerjaan yang beragam. Pekerjaan seperti menjadi buruh seorang Tuan, menggembala hewan ternak dan berkebun.
Aladin Kecil terkadang ikut menggembala bersama tetangga yang memiliki hewan ternak. Atau bahkan membantu sedikit pekerjaan ibunya di tempat kerja, meskipun tidak seberapa namun ibu Aladin kecil bahagia karena ditemani anaknya.
Ya, Aladin dan ibunya tinggal di sebuah kota tanpa sanak dan saudara. Bahkan saudara jauh sekalipun. Mereka benar-benar hanya tinggal berdua di negeri orang, kadang mereka berharap akan datang satu atau beberapa orang yang akan membantunya sebagai saudara jauh ayahnya. Namun selama mereka menunggu dalam sabar, tak ada seorangpun yang datang. Mereka hanya berpasrah dan tak berputus asa.
“Wahai saudariku, perkenalkan aku seorang yang datang dari jauh.” Lelaki itu memperkenalkan diri di hadapan Aladin dan ibunya. “Aku datang sekaligus mengabarkan jika aku adalah saudara jauh mendiang suamimu.”
Mendengar penjelasan lelaki tersebut. Maka ibu Aladin merasa kaget dan terharu, keduanya saling bertatapan.
“Anakku, Aladin apakah ini jawaban dari doa kita selama ini?” tanya ibu Aladin yang bertanya bahagia kepada anaknya.
“Iya, Ibu benar.” Aladin menjawab dengan gembira.
Ya, lelaki tersebut mengenalkan kepada mereka sebagai paman Aladin. Ia hendak mengajak Aladin pergi untuk bekerja di kota besar. Semua itu sebagai alasan supaya kehidupan Aladin dan ibunya dapat berubah dan menjadi lebih baik lagi.
Kemudian dengan cepat Aladin dan ibunya menyetujui ajakan pamannya. Lalu ibu Aladin berlalu ke dalam rumah untuk menyiapkan perbekalan anaknya selama di perjalanan.
Berangkatlah Aladin dan pamannya menuju kota besar, sebesar harapan Aladin tentang keberuntungan di masa depan. Mereka berdua terus berjalan tanpa istirahat sedikit pun atau lebih tepatnya sang paman tidak mengizinkan Aladin untuk beristirahat sejenak.
Sampailah mereka berdua di tempat yang jauh dari keramaian, Aladin dan pamannya berada di tengah hutan belantara yang mencekam dan sangat lebat pohon-pohonnya. Kemudian sang paman meminta Aladin untuk mencari kayu bakar.
“Aladin, pergilah mencari kayu bakar sekarang!” perintah sang paman.
“Wahai, Pamanku. Biarkan aku istirahat sejenak saja,” jawab Aladin yang sudah kelelahan karena menempuh perjalanan.
Akan tetapi sang paman tidak mengizinkannya untuk istirahat, bahkan ia tidak segan untuk menyihir Aladin menjadi hewan yang jelek. Maka Aladin segera mencari kayu bakar ke berbagai tempat, ia takut jika nanti disihir dengan mantra milik sang paman.
Akhirnya Aladin berhasil mengumpulkan banyak kayu bakar, ia kumpulkan di suatu tempat berdasarkan perintah sang paman.Sang paman membuat perapian dari tumpukkan kayu dan jadilah api yang membara. Kemudian ia mengucapkan mantra-mantra yang tidak dipahami oleh Aladin.
Saat itulah ia baru menyadari jika lelaki yang mengaku sebagai paman jauhnya itu bukanlah saudaranya. Melainkan seorang penyihir jahat yang bisa saja membuat Aladin celaka karena mantra-mantranya.
Kesadaran Aladin semakin kuat tentang pamannya ketika tanah menjadi terbelah dan muncullah sebuah lubang besar yang menganga. Kemudian sang paman meminta Aladin untuk turun ke bawah tanah, ia dibekali sebuah cincin untuk menjadi pelindungnya selama ia mencari lampu antik yang diminta sang paman.
Aladin sampai di dasar tanah dan menemukan banyak keindahan yang membuatnya sangat takjub. Ia melihat banyak permata berserakan dimana-mana.
“Aladin, cepat carikan lampu antik itu untukku!” seru sang paman dari atas.
Aladin dengan segera mencari lampu antik yang diminta sang paman. Setelah berhasil mendapatkan lampu tersebut Aladin hendak kembali ke permukaan, tapi lubang besar menuju keluar itu kini menjadi sempit dan bahkan tidak cukup untuk mengeluarkan tubuhnya. Dari luar terdengar sang paman berteriak untuk melemparkan lampu antiknya.
Mereka berdebat untuk beberapa saat, dimana sang paman meminta lampu antik sedangkan Aladin ingin keluar dari dalam lubang tanah.Akhirnya lubang tanah itu tertutup tanpa menyisakan sedikitpun celah di dalamnya. Aladin terkurung sendirian bersama lampu antik dan permata yang berserakan di dalamnya. Ia menyesali karena telah ikut bersama paman palsunya menuju kota yang tidak pernah ada. Ya, Aladin merasa tertipu oleh orang yang sudah membohongi Aladin dan ibunya.
“Ya, Tuhan aku lapar dan ingin pulang ke rumah ibu. Aku ketakutan sendirian di tempat ini.” Aladin berdoa dalam kesepian seorang diri. Tak ada yang mau bernasib malang seperti dirinya saat ini. Ia hanya ingin pulang ke rumah dan memberitahukan jika paman jauhnya itu adalah seorang penyihir jahat.
Perhatian Aladin kini tertuju pada lampu antik yang dipegangnya sejak tadi, ia mengusap perlahan permukaan lampu sembari memikirkan kenapa lelaki itu begitu menginginkan lampu antik ini.
Kemudian lampu antik yang digenggam Aladin mengeluarkan asap yang berwarna merah dan membumbung tinggi. Lalu keluarlah raksasa dari dalam lampu antiknya. Seketika Aladin terkejut dan ketakutan.
“Maafkan, Tuanku. Aku tidak bermaksud menakutimu, aku hanyalah Jin penunggu lampu yang kini sedang Tuan pegang.” Tuan Jin menjelaskan siapa dirinya kepada Aladin.
“Engkau Jin? Tuan Jin?” tanya Aladin yang masih terkejut.
“Iya, aku Jin. Aku bisa mengabulkan apapun permintaanmu itu,” ujar Tuan Jin yang dapat mengabulkan semua permintaan Aladin.
Kemudian Aladin meminta kepada Tuan Jin untuk membawanya pulang ke rumah. Maka Tuan Jin mengabulkan permintaannya, Aladin naik ke punggung Tuan Jin lalu secara cepat dan ajaib Aladin sudah sampai di depan rumahnya.
Aladin turun dari punggung Tuan Jin yang berkata.
“Jika Tuan membutuhkan bantuanku, maka Tuan tinggal menggosok lampu itu dan aku akan segera datang,” ucap Tuan Jin yang akhirnya pergi bersama asap merah dan masuk ke dalam lampu antik milik Aladin.
Diceritakanlah bahwa sejak Aladin memiliki lampu ajaib, maka kehidupannya menjadi berubah lebih baik. Meskipun mereka tidak hidup dengan menjadi orang yang sangat kaya, namun kini hidup Aladin dan ibunya tidak lagi kekurangan. Mereka semakin giat bekerja dan waspada untuk tidak mudah terpedaya oleh apapun. Mereka menjadikan kejadian tentang paman palsunya sebagai pelajaran yang amat berharga.
Aladin dan ibunya hidup bahagia untuk selamanya.
Pesan yang dapat diambil dari kisah ini adalah kita tidak boleh mudah percaya oleh sesuatu meskipun hal itu membahagiakan dan seolah keajaiban. Kita harus mencari tahu dan tidak bertindak gegabah. Kita tidak ingin bernasib sama seperti Aladin bukan? Ia terkurung di dalam tanah sendirian.
Desiana P
Keadaan perekonomian mereka sedikitpun tidak bisa dikatakan berkecukupan. Mereka hidup miskin, ibunya selalu bekerja serabutan supaya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ya, tidak ada peninggalan mendiang suaminya terkecuali sebuah rumah yang kini masih ditinggali Aladin dan ibunya.
discogs.com |
Akan tetapi mereka tidak mudah pantang menyerah, kepercayaan terhadap Tuhan menjadi kekuatan terbesar bagi kehidupan keduanya. Sehingga tidak ada alasan untuk putus asa, Tuhan bersama mereka setiap saat. Itulah keyakinan yang sangat kuat telah melekat di sanubari.
Kehidupan di lingkungannya memang cukup menjanjikan jika setiap orang memiliki kemampuan dari berbagai bidang. Seperti modal yang cukup untuk membuka peluang usaha. Kebanyakan mereka berprofesi sebagai pedagang, meskipun sebagian memiliki pekerjaan yang beragam. Pekerjaan seperti menjadi buruh seorang Tuan, menggembala hewan ternak dan berkebun.
Aladin Kecil terkadang ikut menggembala bersama tetangga yang memiliki hewan ternak. Atau bahkan membantu sedikit pekerjaan ibunya di tempat kerja, meskipun tidak seberapa namun ibu Aladin kecil bahagia karena ditemani anaknya.
Ya, Aladin dan ibunya tinggal di sebuah kota tanpa sanak dan saudara. Bahkan saudara jauh sekalipun. Mereka benar-benar hanya tinggal berdua di negeri orang, kadang mereka berharap akan datang satu atau beberapa orang yang akan membantunya sebagai saudara jauh ayahnya. Namun selama mereka menunggu dalam sabar, tak ada seorangpun yang datang. Mereka hanya berpasrah dan tak berputus asa.
Aladin Bertemu Tuan Jin
Pada suatu hari datanglah seorang lelaki ke rumah Aladin dan ibunya. Lelaki itu mengaku sebagai saudara jauh ayahnya.“Wahai saudariku, perkenalkan aku seorang yang datang dari jauh.” Lelaki itu memperkenalkan diri di hadapan Aladin dan ibunya. “Aku datang sekaligus mengabarkan jika aku adalah saudara jauh mendiang suamimu.”
Mendengar penjelasan lelaki tersebut. Maka ibu Aladin merasa kaget dan terharu, keduanya saling bertatapan.
“Anakku, Aladin apakah ini jawaban dari doa kita selama ini?” tanya ibu Aladin yang bertanya bahagia kepada anaknya.
“Iya, Ibu benar.” Aladin menjawab dengan gembira.
Ya, lelaki tersebut mengenalkan kepada mereka sebagai paman Aladin. Ia hendak mengajak Aladin pergi untuk bekerja di kota besar. Semua itu sebagai alasan supaya kehidupan Aladin dan ibunya dapat berubah dan menjadi lebih baik lagi.
Kemudian dengan cepat Aladin dan ibunya menyetujui ajakan pamannya. Lalu ibu Aladin berlalu ke dalam rumah untuk menyiapkan perbekalan anaknya selama di perjalanan.
Berangkatlah Aladin dan pamannya menuju kota besar, sebesar harapan Aladin tentang keberuntungan di masa depan. Mereka berdua terus berjalan tanpa istirahat sedikit pun atau lebih tepatnya sang paman tidak mengizinkan Aladin untuk beristirahat sejenak.
Sampailah mereka berdua di tempat yang jauh dari keramaian, Aladin dan pamannya berada di tengah hutan belantara yang mencekam dan sangat lebat pohon-pohonnya. Kemudian sang paman meminta Aladin untuk mencari kayu bakar.
“Aladin, pergilah mencari kayu bakar sekarang!” perintah sang paman.
“Wahai, Pamanku. Biarkan aku istirahat sejenak saja,” jawab Aladin yang sudah kelelahan karena menempuh perjalanan.
Akan tetapi sang paman tidak mengizinkannya untuk istirahat, bahkan ia tidak segan untuk menyihir Aladin menjadi hewan yang jelek. Maka Aladin segera mencari kayu bakar ke berbagai tempat, ia takut jika nanti disihir dengan mantra milik sang paman.
Akhirnya Aladin berhasil mengumpulkan banyak kayu bakar, ia kumpulkan di suatu tempat berdasarkan perintah sang paman.Sang paman membuat perapian dari tumpukkan kayu dan jadilah api yang membara. Kemudian ia mengucapkan mantra-mantra yang tidak dipahami oleh Aladin.
Saat itulah ia baru menyadari jika lelaki yang mengaku sebagai paman jauhnya itu bukanlah saudaranya. Melainkan seorang penyihir jahat yang bisa saja membuat Aladin celaka karena mantra-mantranya.
Kesadaran Aladin semakin kuat tentang pamannya ketika tanah menjadi terbelah dan muncullah sebuah lubang besar yang menganga. Kemudian sang paman meminta Aladin untuk turun ke bawah tanah, ia dibekali sebuah cincin untuk menjadi pelindungnya selama ia mencari lampu antik yang diminta sang paman.
Aladin sampai di dasar tanah dan menemukan banyak keindahan yang membuatnya sangat takjub. Ia melihat banyak permata berserakan dimana-mana.
“Aladin, cepat carikan lampu antik itu untukku!” seru sang paman dari atas.
Aladin dengan segera mencari lampu antik yang diminta sang paman. Setelah berhasil mendapatkan lampu tersebut Aladin hendak kembali ke permukaan, tapi lubang besar menuju keluar itu kini menjadi sempit dan bahkan tidak cukup untuk mengeluarkan tubuhnya. Dari luar terdengar sang paman berteriak untuk melemparkan lampu antiknya.
Mereka berdebat untuk beberapa saat, dimana sang paman meminta lampu antik sedangkan Aladin ingin keluar dari dalam lubang tanah.Akhirnya lubang tanah itu tertutup tanpa menyisakan sedikitpun celah di dalamnya. Aladin terkurung sendirian bersama lampu antik dan permata yang berserakan di dalamnya. Ia menyesali karena telah ikut bersama paman palsunya menuju kota yang tidak pernah ada. Ya, Aladin merasa tertipu oleh orang yang sudah membohongi Aladin dan ibunya.
“Ya, Tuhan aku lapar dan ingin pulang ke rumah ibu. Aku ketakutan sendirian di tempat ini.” Aladin berdoa dalam kesepian seorang diri. Tak ada yang mau bernasib malang seperti dirinya saat ini. Ia hanya ingin pulang ke rumah dan memberitahukan jika paman jauhnya itu adalah seorang penyihir jahat.
Perhatian Aladin kini tertuju pada lampu antik yang dipegangnya sejak tadi, ia mengusap perlahan permukaan lampu sembari memikirkan kenapa lelaki itu begitu menginginkan lampu antik ini.
Kemudian lampu antik yang digenggam Aladin mengeluarkan asap yang berwarna merah dan membumbung tinggi. Lalu keluarlah raksasa dari dalam lampu antiknya. Seketika Aladin terkejut dan ketakutan.
“Maafkan, Tuanku. Aku tidak bermaksud menakutimu, aku hanyalah Jin penunggu lampu yang kini sedang Tuan pegang.” Tuan Jin menjelaskan siapa dirinya kepada Aladin.
“Engkau Jin? Tuan Jin?” tanya Aladin yang masih terkejut.
“Iya, aku Jin. Aku bisa mengabulkan apapun permintaanmu itu,” ujar Tuan Jin yang dapat mengabulkan semua permintaan Aladin.
Kemudian Aladin meminta kepada Tuan Jin untuk membawanya pulang ke rumah. Maka Tuan Jin mengabulkan permintaannya, Aladin naik ke punggung Tuan Jin lalu secara cepat dan ajaib Aladin sudah sampai di depan rumahnya.
Aladin turun dari punggung Tuan Jin yang berkata.
“Jika Tuan membutuhkan bantuanku, maka Tuan tinggal menggosok lampu itu dan aku akan segera datang,” ucap Tuan Jin yang akhirnya pergi bersama asap merah dan masuk ke dalam lampu antik milik Aladin.
Diceritakanlah bahwa sejak Aladin memiliki lampu ajaib, maka kehidupannya menjadi berubah lebih baik. Meskipun mereka tidak hidup dengan menjadi orang yang sangat kaya, namun kini hidup Aladin dan ibunya tidak lagi kekurangan. Mereka semakin giat bekerja dan waspada untuk tidak mudah terpedaya oleh apapun. Mereka menjadikan kejadian tentang paman palsunya sebagai pelajaran yang amat berharga.
Aladin dan ibunya hidup bahagia untuk selamanya.
***
Selesai
Desiana P
Belum ada Komentar untuk "Kisah Aladin dan Lampu Wasiat Ajaib Tuan Jin"
Posting Komentar