Dongeng Pendek untuk Anak SD Bersama Rizal dan Alea
Dongeng Pendek untuk Anak SD Bersama Rizal dan Alea
Daftra isi :
1. Kisah Rizal, Petugas Jasa Titip Cilik
Kisah Rizal, Petugas Jasa Titip Cilik
Perkenalkan namanya Eki Rizal yang sering dipanggil Rizal. Dia masih bersekolah SD Negeri Pawitan II, nama salah satu Sekolah Dasar yang ada di kecamatan. Rizal berusia 10 tahun dan saat ini duduk di bangku kelas lima SD.
Rizal hidup bersama ibu dan kedua kakaknya yang sudah bekerja di kota besar bernama Jakarta. Maka yang tersisa hanya Rizal dan Ibunya saja. Mereka tinggal di satu perkampungan yang cukup jauh untuk bisa menjangkau keramaian pinggiran kota. Ya, dia harus mengayuh sepedanya menuju sekolah bersama teman-teman yang lain, bahkan ia harus berangkat seorang diri karena kampungnya adalah tempat tinggal terjauh dari teman-teman yang lain. Akan tetapi ia tidak pernah merasa sedih karena harus mengayuh sepeda seorang diri.
Kampung tempat tinggalnya subur dengan lahan pertanian sehingga jaraknya cukup jauh dari sekolah. Sepanjang hari setiap warga bekerja sebagai petani, mereka memiliki lahan-lahan sendiri untuk ditanami berbagai sayuran. Sedangkan ibu Rizal hanya memiliki sebidang tanah kecil peninggalan ayahnya. Sehingga sesekali ibunya akan menjadi buruh untuk memenuhi kebutuhan mereka berdua, hal itu dilakukan sembari menunggu kiAlean uang dari kedua kakaknya yang berada di perantauan.
“Bu, Rizal berangkat sekolah dulu.” Rizal pamit pada ibunya yang sedang menjemur pakaian.
“Baiklah. Oh iya, ini bekalnya untuk jajan di sekolah.” Ibu Riza segera menyodorkan beberapa lembar rupiah.
Kemudian Rizal siap menaiki sepedanya.
“Oh iya, apa hari ini anak ibu dapat pekerjaan kesukaannya?” tanya ibu sembari tersenyum. Ya, ibu Rizal tidak pernah melarang pekerjaan yang sudah ditekuninya sejak kelas 3 Sekolah Dasar. Pekerjaan yang disukainya yaitu sebagai pekerja jasa titip.
“Ada, Bu.” Rizal berkata pada ibunya sembari tersenyum. “kemarin, Bu Jamila minta dibelikan pakan padat untuk ayamnya.”
Seketika ibunya kaget, “Benarkah, berapa banyak, nak?”
Rizal segera tersenyum, “Hanya 2 kilogram, Bu. Makanya Rizal ambil tawarannya,” ucap Rizal yang sudah menaiki sepedanya. “Rizal pergi dulu, Bu.”
Rizal terkenal di kampung berkat pekerjaan sampingannya yang unik, yakni sebagai seorang pekerja jasa titip. Ya, banyak sekali orang-orang di kampungnya yang membutuhkan bantuan Rizal untuk dibelikan beberapa jenis kebutuhan sehari-hari. Pengaruh jarak kampung ke pasar atau grosir yang cukup jauh membuat beberapa orang selalu memakai jasanya. Semua orang tidak sempat untuk keluar kampung setiap hari karena sibuk di lahan pertaniannya masing-masing. Tentusaja kebutuhan yang dibelikan adalah barang yang bisa dibawanya sekalian pulang dari sekolah. Rizal bersedia dititipi tulisan belanja oleh setiap warga yang menyuruhnya. Ia menyebutnya sebagai pelanggan.
Setiap upah yang hampir diperolehnya setiap hari memang tidak menentu. Semuanya tergantung pada jumlah barang yang diminta para pelanggannya. Seperti hari ini, Bu Jamila memintanya untuk membeli pakan padat untuk ayam-ayam kesayangannya. Maka Rizal akan menaikkan harga sebanyak 500 Rupiah ditambah dengan upah mengantar yang akan diberi seikhlasnya oleh setiap pelanggan. Ya, upah yang diperoleh memang tidak besar, akan tetapi ia senang melakukannya. Karena ia melakukannya dengan sepenuh hati.
***
Rizal selalu berusaha untuk berangkat pukul enam pagi, hal itu harus dilakukannya jika ia mau berangkat bersama teman-teman yang biasanya sudah menunggu di persimpangan kampung tetangga. Ya, Rizal akan sampai pukul setengah tujuh dan berangkat bersama rombongan sepeda menuju sekolah yang membutuhkan waktu setengah jam. Semua anak-anak sekolah memiliki sepedanya masing-masing. Hal itu dilakukan oleh para orang tua sebagai bentuk kepedulian terhadap anak-anaknya yang bersemangat untuk belajar di sekolah.
“Itu, Rizal baru datang!” seru Amin salah satu teman Rizal.
Rizal segera berhenti di persimpangan tempat mereka menunggu teman-teman yang lainnya.
“Selamat pagi, maaf jika aku terlambat seperti kemarin,” ucap Rizal yang harus mengakui jika kemarin ia tertinggal rombongan sepeda ke sekolah.
“Hari ini kamu tidak telat, Zal.” Redi berkata sambil mengacungkan jempolnya. “Malah sekarang si Seli yang telat, padahal rumahnya yang paling dekat.”
“Oh iya, Zal apa hari ini kamu dapat kerjaan?” Abil bertanya dengan ekspresi yang penasaran.
“Ada, hari ini aku akan ke pasar.” Rizal segera menjawab.
“Wah, bagus. Bagaimana nanti aku ikut denganmu, aku ingin tahu toko penjual pakan burung, Zal.” Abil sangat senang mendengar Rizal akan ke pasar. Ya, semua anak-anak di rombongan sepeda sudah mengetahui pekerjaan sampingan Rizal, ia juga yang tahu banyak tentang barang-barang kebutuhan. Hal itu terjadi karena keberaniannya untuk membeli berbagai macam barang ke pasar atau toko-toko besar lainnya. Apalagi Rizal pintar menawar harga dengan tawaran yang wajar tanpa merugikan penjual dan dirinya sendiri.
Pelajaran telah selesai tapi Rizal tidak langsung menuju parkir sepeda, semua anak-anak di rombongan sepeda akan shlat dzuhur di mushalla sekolah, kemudian akan menunggu semua anggota lain sampai pelajarannya selesai. Sehingga mereka yang telah keluar kelas lebih dulu kerap kali akan makan siang sambil menunggu pelajaran yang lain selesai.
Setelah sembahyang, biasanya Rizal akan izin sebentar untuk membeli berbagai keperluan yang dititipkan padanya. Akan tetapi hari ini ia ditemani Abil untuk berbelanja ke dalam pasar.
Kemudian mereka segera memarkirkan sepeda sebelum masuk ke dalam area pasar, tepat di pintu masuk pasar.
“Kita simpan dulu sepedanya di sini, Bil,” ucap Rizal yang sudah turun dari sepedanya.
“Baiklah, aku akan menurut saja, Zal.” Abil yang tidak banyak tanya segera memarkirkan sepedanya di samping sepeda Rizal.
“Mang Halim, saya titip sebentar sepedanya ya!” seru Rizal pada petugas parkir yang sudah akrab dengannya. Kemudian pak Halim hanya mengangguk dari pos jaganya.
Rizal dan Abil perlahan masuk dari pintu utama pasar. Ya, letak pasar dari sekolah bisa ditempuh lima menit dengan sepeda. Pasar menjadi tempat menjual segala kebutuhan, sehingga kali ini ia memilih belanja kebutuhan di pasar karena khawatir tidak tersedia jika ia beli di toko pinggir jalan lainnya.
Keadaan pasar sudah mulai lengang oleh berbagai aktivitasnya. Hal ini wajar karena sebagian pedagang sudah menghabiskan dagangannya sejak hari masih pagi.
“Itu toko pakannya, Bil.” Rizal menunjuk salah satu toko yang menjual berbagai macam pakan hewan. “Jadi, lain kali kamu bisa membelinya sendiri kan?”
“Tentusaja, Zal. Aku bisa melakukannya,” jawab Abil dengan percaya diri.
Rizal dan Abil segera menghampiri toko milik pak Aji. Ya, Rizal sudah berulangkali membeli pakan dari tempat ini. setelah proses jual beli selesai di toko pakan, maka selanjutnya Rizal menuju toko peralatan mandi. Ya, di rumahnya sudah kehabisan alat-alat bersih seperti sabun cuci, odol dan shampo.
“Zal, kenapa kamu suka melakukan pekerjaan ini?” tanya Abil di tempat parkir.
Rizal sedang memasukkan barang belanjaan ke dalam tas jinjing yang dibawanya dari rumah, “karena pekerjaan ini sangat menyenangkan, Bil.” Rizal kemudian tersenyum riang menjawab pertanyaan Abil.
Akhirnya mereka segera mengayuh sepeda menuju sekolah untuk berkumpul bersama rombongan sepeda. Kemudian kembali pulang ke rumah masing-masing.
Rizal sangat menyukai pekerjaan ini, apalagi ibunya sedikitpun tidak melarangnya. Sebelumnya ia sempat takut dimarahi saat ibunya mengetahui pekerjaan sampingannya. Namun itu tidak pernah terjadi, ibunya hanya berpesan di suatu malam, pesan yang selalu diingat Rizal setiap saat, “Kalau Rizal suka pekerjaan ini, maka lanjutkan saja. Tapi kamu harus amanah ketika dititipi uang dan belanjaan para pelanggan.”
Menurut Rizal pekerjaan sebagai petugas jasa titip tidak memerlukan modal sepeserpun, karena ia hanya menjual kemampuannya untuk membelikan sesuatu sesuai permintaan para pelanggan.
Rizal akan segera mengantarkan pakan ke rumah Bu Jamila sebelum ia pulang ke rumahnya. Tentusaja ia akan tersenyum dan bersyukur tiap kali sampai di rumah. Kemudian ibunya selalu menggodanya, “Anak Ibu senyum-senyum begitu, habis gajian ya?”
Rizal hanya tersenyum. “Rizal ke dalam dulu, Bu.”
Rizal berlari menuju kamarnya kemudian segera mengambil celengan di dalam kolong tempat tidur. Ia segera merogoh saku celana untuk mengambil uang upah dari Bu Jamila dan dimasukkan ke dalam celengan dari toples miliknya.
“Zal, kamu sedang apa?” tiba-tiba ibunya muncul dari balik pintu. Ia khawatir melihat anaknya yang belum melepas kaus kaki dan membiarkan tas masih menempel di punggungnya.
Rizal balik badan,”Eh ibu, Rizal lagi masukkan uang ke celengan,” ucap Rizal sembari mengangkat celengannya.
“Uangnya banyak sekali, Zal.” Ibunya merasa terkejut melihat celengan anaknya yang mulai penuh sesak, kemudian tersenyum.” Memangnya buat apa celengannya, Zal?”
“Ini tabungan Rizal biar nanti bisa masuk SMP, Bu. kan Rizal mau sekolah.” Rizal tersenyum sambil menggaruk kepalanya.
“Pintar anak ibu ini,” ucap ibunya yang kemudian menghampiri anaknya. “Soal biaya sekolah kan ada ibu sama kakak-kakakmu. Memangnya anak ibu tidak malu bekerja seperti ini tiap hari?”
Rizal hanya tersenyum sumringah,”Rizal suka jadi tukang titip belanja apalagi dapat uang. Kalau malu maka Rizal tidak akan dapat uang sebanyak ini, bu.”
Disamping pekerjaannya sebagai petugas jasa titip, ia juga mampu mempertahankan prestasi di sekolah. Semester kemarin ia berhasil masuk tiga besar. Berkat tekun belajar ketika di sekolah dan di rumah setiap malam, maka tidak sulit baginya untuk berprestasi di sekolahnya, SD Negeri Pawitan II. Hal itu pula yang semakin membuat Rizal menyukai pekerjaannya sebagai petugas jasa titip belanja.
Pesan Moral :
Rizal mengajak siapa saja untuk belajar berani dan rajin dalam melakukan setiap kegiatan dengan senang hati. Apapun yang kita lakukan selagi menjadi seorang anak SD adalah tidak melupakan belajar dengan tekun. Istilah lamanya adalah “Rajin Pangkal Pandai.”
Baca Juga : Cerita sejarah danau toba
Lonceng istirahat telah berbunyi nyaring, memenuhi setiap sudut sekolah yang sebelumnya hening. Selanjutnya tanpa komando, seluruh murid SD Negeri Permata berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Mereka langsung menyebar ke setiap sudut sekolah, ada yang bermain ke lapangan serbaguna dan ada yang menuju lokasi kantin. Akan tetapi mereka juga ada yang menuju mamang penjual aneka jajanan di pinggir jalan, dekat gerbang sekolah.
Kelas tiga belum sepenuhnya keluar dari dalam kelas termasuk Alea yang barusaja merapikan alat belajarnya.
“Alea, kita jajan ke depan yuk!” ajak Lita yang sudah berdiri di samping bangku Alea.
Alea menghentikan aktivitasnya sejenak, “Oh, maaf Lita lain kali saja ya,” tolaknya halus.
“Oh, ya sudah tidak apa-apa. Kalau begitu aku dan Alina ke depan dulu, ya!” seru Lita yang akhirnya pergi bersama Alea dari dalam kelas.
Namanya Alea murid pintar yang minggu kemarin barusaja memenangkan lomba mewarnai se-kabupaten, ia berhasil duduk di peringkat kedua. Tentusaja kabar tersebut tidak hanya tersebar di seluruh sekolah, bahkan menjadi kabar yang disebarkan ibunya kepada setiap pembeli langganan ketika berjualan kue basah di pasar kota. Terakhir, tentusaja menjadi kebanggaan ayahnya yang bekerja di agen pengiAlean barang terkenal di indonesia.
Ya, Alea adalah anak tunggal yang diajarkan untuk hidup sederhana dan rajin belajar, meskipun sebenarnya mereka mampu untuk hidup secara mewah seperti teman-teman sekolah Alea yang lain. Ia setuju melakukan segala aktivitas sebelum pergi ke sekolah, seperti menyapu rumah dan memberi makan kucing kesayangannya sendiri. Sementara ibunya harus bersiap jualan ke pasar sambil mengerjakan rutinitas pagi, seperti menyiapkan sarapan. Sedangkan ayahnya seminggu sekali akan pulang dari dinasnya di tempat kerja.
Alea yang masih duduk di bangkunya hendak keluar menuju taman sekolah, akan tetapi langkahnya terhenti ketika melihat temannya Danu hanya termangu sendirian di bangkunya. Dia menggunakan kedua tangan untuk menopang dagunya sendiri. Alea berinisiatif untuk menghampirinya.
“Danu, kenapa kamu tidak ikut istirahat?” tanya Alea yang akhirnya bisa duduk di kursi yang berhadapan dengan meja Danu.
Danu kemudian memandang Alea, dia seperti habis menangis. “Aku malu keluar Alea. Aku tidak punya uang jajan.”
“Benarkah itu, kenapa tidak punya uang jajan? Apa lupa di rumah?” tanya Alea yang penasaran.
“Aku..aku,” Danu gugup. “Aku tidak punya uang, Alea.”
“Hmm, apa kamu lapar?” Alea kembali bertanya.
Tanpa berkata Danu hanya mengangguk saja.
Mendengar jawaban Danu yang lapar, “Aku bawa bekal makan siang. Apa kamu mau menikmatinya bersamaku?”
“Iya, aku mau.” Danu segera menjawab. “Tapi, apa kamu tidak malu makan bersamaku?”
Alea tertawa kecil, “Kenapa harus malu, kita kan teman. Baiklah tunggu sebentar.”
Alea segera beranjak menuju bangkunya untuk mengambil bekal yang masih disimpan di dalam tasnya. Kemudian segera kembali ke tempat semula.
Di depan mereka tergelar dua botol minuman. Ya ternyata Danu hanya dibekali air minum tanpa bekal ataupun uang jajan. Kemudian kotak bekal milik Alea yang berisi roti isi sayur dan daging asap.
“Ayo, kamu bisa ambil bagianmu.” Alea menawari Danu dengan ekspresi semangat.
Awalnya Danu sedikit sungkan untuk mengambil bagiannya, tapi Alea segera mengangguk berkali-kali supaya Danu tidak sungkan lagi. Akhirnya mereka berdua menikmati roti isinya masing-masing.
“Rotinya enak Alea." Danu menikmati rotinya.
“Tentusaja, sama-sama,” jawab Alea sambil tersenyum.
“Kenapa kamu bawa bekal, Alea? Bukannya lebih baik jajan saja.” Danu seolah penasaran dengan Alea.
“Oh, itu karena aku sudah terbiasa diberi bekal setiap hari. Ibu mengajarkanku untuk terbiasa memakan kudapan buatan rumah,” ucap Alea yang kembali menggigit bagian rotinya sendiri.
“Oh, begitu. Lalu apa orangtua memberimu jatah jajan di sekolah?” Danu kembali bertanya.
“Tentusaja, tapi aku bawa pulang kembali untuk dimasukkan ke dalam celengan ayam.” Alea kembali menjelaskan dengan perlahan-lahan. “Lalu, kenapa kamu tidak punya uang untuk jajan di sekolah?”
“Sebenarnya aku diberi uang jajan untuk di sekolah. Tapi, sudah aku simpan di celengan juga.” Danu menceritakan uang jajan yang seluruhnya habis ditabung dalam celengannya.
“Begitu rupanya. Tapi, kalau semuanya kamu tabung nanti kamu tidak bisa jajan ketika istirahat. Bagaimana jika uang jajannya kamu bagi dua saja, sebagian untuk jajan dan satu bagian lagi untuk ditabung. ” Alea memberikan saran untuk Danu agar belajar membagi kebutuhan dan tabungannya sendiri.
“Hmm, sepertinya itu ide bagus, Alea.” Akhirnya Danu menyetujui saran Alea. “Besok, aku akan memulainya.”
Roti isi bekal Alea sudah mereka habiskan dan tinggal kotak kosong yang akan kembali diisi esok harinya.
“Bagaimana sekarang, apa kamu sudah tidak lapar lagi?” tanya Alea yang membereskan kotak bekal makannya.
“Iya, sekarang aku sudah kenyang.” Danu menjawab dengan semangat. “Terima kasih Alea, hari ini rasa laparku sudah diselamatkan.”
“Baiklah, sesama teman itu jangan sungkan ya," ucap Alea.
Alea hendak beranjak dari tempat duduknya, kemudian lonceng masuk sudah berbunyi nyaring. Seketika riuh suara murid-murid kelas tiga masuk ke dalam kelas.
Danu hanya tersenyum dan melambaikan tangannya pada Alea.
Tak berselang lama, Pak Adi datang dan segera duduk di meja guru.
“Baiklah, anak-anakku. Kita akan belajar tentang nama musim di indonesia," ucap Pak Adi.
Setelah lonceng kembali berbunyi, berarti itu tandanya kelas telah selesai. Terhitung untuk kesekian kalinya semua murid di SD Negeri Permata berhamburan dari dalam kelas. Akan tetapi bukan untuk bermain atau jajan, melainkan pulang ke rumah masing-masing. Mereka akan kembali ke sekolah dan belajar seperti biasa.
Besok, Alea dan murid-murid kelas tiga lainnya akan belajar bahasa inggris bersama Bu Mia.
Pesan Moral :
Jika kita bisa berbagi bekal dengan teman, maka beri teman kita dengan baik. Mungkin saja temanmu lapar dan belum sempat sarapan, atau seperti Danu yang tidak punya uang jajan ke sekolah. Jadi mulailah berbagi hal apa saja dengan teman-temanmu. Seperti Alea yang berbagi bekalnya dengan Danu.
Daftra isi :
1. Kisah Rizal, Petugas Jasa Titip Cilik
2. Kisah Alea dan Bekal Makan Siang
Kisah Rizal, Petugas Jasa Titip Cilik
Sumber gambar : Kaskus
|
Perkenalkan namanya Eki Rizal yang sering dipanggil Rizal. Dia masih bersekolah SD Negeri Pawitan II, nama salah satu Sekolah Dasar yang ada di kecamatan. Rizal berusia 10 tahun dan saat ini duduk di bangku kelas lima SD.
Rizal hidup bersama ibu dan kedua kakaknya yang sudah bekerja di kota besar bernama Jakarta. Maka yang tersisa hanya Rizal dan Ibunya saja. Mereka tinggal di satu perkampungan yang cukup jauh untuk bisa menjangkau keramaian pinggiran kota. Ya, dia harus mengayuh sepedanya menuju sekolah bersama teman-teman yang lain, bahkan ia harus berangkat seorang diri karena kampungnya adalah tempat tinggal terjauh dari teman-teman yang lain. Akan tetapi ia tidak pernah merasa sedih karena harus mengayuh sepeda seorang diri.
Kampung tempat tinggalnya subur dengan lahan pertanian sehingga jaraknya cukup jauh dari sekolah. Sepanjang hari setiap warga bekerja sebagai petani, mereka memiliki lahan-lahan sendiri untuk ditanami berbagai sayuran. Sedangkan ibu Rizal hanya memiliki sebidang tanah kecil peninggalan ayahnya. Sehingga sesekali ibunya akan menjadi buruh untuk memenuhi kebutuhan mereka berdua, hal itu dilakukan sembari menunggu kiAlean uang dari kedua kakaknya yang berada di perantauan.
“Bu, Rizal berangkat sekolah dulu.” Rizal pamit pada ibunya yang sedang menjemur pakaian.
“Baiklah. Oh iya, ini bekalnya untuk jajan di sekolah.” Ibu Riza segera menyodorkan beberapa lembar rupiah.
Kemudian Rizal siap menaiki sepedanya.
“Oh iya, apa hari ini anak ibu dapat pekerjaan kesukaannya?” tanya ibu sembari tersenyum. Ya, ibu Rizal tidak pernah melarang pekerjaan yang sudah ditekuninya sejak kelas 3 Sekolah Dasar. Pekerjaan yang disukainya yaitu sebagai pekerja jasa titip.
“Ada, Bu.” Rizal berkata pada ibunya sembari tersenyum. “kemarin, Bu Jamila minta dibelikan pakan padat untuk ayamnya.”
Seketika ibunya kaget, “Benarkah, berapa banyak, nak?”
Rizal segera tersenyum, “Hanya 2 kilogram, Bu. Makanya Rizal ambil tawarannya,” ucap Rizal yang sudah menaiki sepedanya. “Rizal pergi dulu, Bu.”
***
Rizal terkenal di kampung berkat pekerjaan sampingannya yang unik, yakni sebagai seorang pekerja jasa titip. Ya, banyak sekali orang-orang di kampungnya yang membutuhkan bantuan Rizal untuk dibelikan beberapa jenis kebutuhan sehari-hari. Pengaruh jarak kampung ke pasar atau grosir yang cukup jauh membuat beberapa orang selalu memakai jasanya. Semua orang tidak sempat untuk keluar kampung setiap hari karena sibuk di lahan pertaniannya masing-masing. Tentusaja kebutuhan yang dibelikan adalah barang yang bisa dibawanya sekalian pulang dari sekolah. Rizal bersedia dititipi tulisan belanja oleh setiap warga yang menyuruhnya. Ia menyebutnya sebagai pelanggan.
Setiap upah yang hampir diperolehnya setiap hari memang tidak menentu. Semuanya tergantung pada jumlah barang yang diminta para pelanggannya. Seperti hari ini, Bu Jamila memintanya untuk membeli pakan padat untuk ayam-ayam kesayangannya. Maka Rizal akan menaikkan harga sebanyak 500 Rupiah ditambah dengan upah mengantar yang akan diberi seikhlasnya oleh setiap pelanggan. Ya, upah yang diperoleh memang tidak besar, akan tetapi ia senang melakukannya. Karena ia melakukannya dengan sepenuh hati.
***
Rizal selalu berusaha untuk berangkat pukul enam pagi, hal itu harus dilakukannya jika ia mau berangkat bersama teman-teman yang biasanya sudah menunggu di persimpangan kampung tetangga. Ya, Rizal akan sampai pukul setengah tujuh dan berangkat bersama rombongan sepeda menuju sekolah yang membutuhkan waktu setengah jam. Semua anak-anak sekolah memiliki sepedanya masing-masing. Hal itu dilakukan oleh para orang tua sebagai bentuk kepedulian terhadap anak-anaknya yang bersemangat untuk belajar di sekolah.
“Itu, Rizal baru datang!” seru Amin salah satu teman Rizal.
Rizal segera berhenti di persimpangan tempat mereka menunggu teman-teman yang lainnya.
“Selamat pagi, maaf jika aku terlambat seperti kemarin,” ucap Rizal yang harus mengakui jika kemarin ia tertinggal rombongan sepeda ke sekolah.
“Hari ini kamu tidak telat, Zal.” Redi berkata sambil mengacungkan jempolnya. “Malah sekarang si Seli yang telat, padahal rumahnya yang paling dekat.”
“Oh iya, Zal apa hari ini kamu dapat kerjaan?” Abil bertanya dengan ekspresi yang penasaran.
“Ada, hari ini aku akan ke pasar.” Rizal segera menjawab.
“Wah, bagus. Bagaimana nanti aku ikut denganmu, aku ingin tahu toko penjual pakan burung, Zal.” Abil sangat senang mendengar Rizal akan ke pasar. Ya, semua anak-anak di rombongan sepeda sudah mengetahui pekerjaan sampingan Rizal, ia juga yang tahu banyak tentang barang-barang kebutuhan. Hal itu terjadi karena keberaniannya untuk membeli berbagai macam barang ke pasar atau toko-toko besar lainnya. Apalagi Rizal pintar menawar harga dengan tawaran yang wajar tanpa merugikan penjual dan dirinya sendiri.
***
Pelajaran telah selesai tapi Rizal tidak langsung menuju parkir sepeda, semua anak-anak di rombongan sepeda akan shlat dzuhur di mushalla sekolah, kemudian akan menunggu semua anggota lain sampai pelajarannya selesai. Sehingga mereka yang telah keluar kelas lebih dulu kerap kali akan makan siang sambil menunggu pelajaran yang lain selesai.
Setelah sembahyang, biasanya Rizal akan izin sebentar untuk membeli berbagai keperluan yang dititipkan padanya. Akan tetapi hari ini ia ditemani Abil untuk berbelanja ke dalam pasar.
Kemudian mereka segera memarkirkan sepeda sebelum masuk ke dalam area pasar, tepat di pintu masuk pasar.
“Kita simpan dulu sepedanya di sini, Bil,” ucap Rizal yang sudah turun dari sepedanya.
“Baiklah, aku akan menurut saja, Zal.” Abil yang tidak banyak tanya segera memarkirkan sepedanya di samping sepeda Rizal.
“Mang Halim, saya titip sebentar sepedanya ya!” seru Rizal pada petugas parkir yang sudah akrab dengannya. Kemudian pak Halim hanya mengangguk dari pos jaganya.
***
Rizal dan Abil perlahan masuk dari pintu utama pasar. Ya, letak pasar dari sekolah bisa ditempuh lima menit dengan sepeda. Pasar menjadi tempat menjual segala kebutuhan, sehingga kali ini ia memilih belanja kebutuhan di pasar karena khawatir tidak tersedia jika ia beli di toko pinggir jalan lainnya.
Keadaan pasar sudah mulai lengang oleh berbagai aktivitasnya. Hal ini wajar karena sebagian pedagang sudah menghabiskan dagangannya sejak hari masih pagi.
“Itu toko pakannya, Bil.” Rizal menunjuk salah satu toko yang menjual berbagai macam pakan hewan. “Jadi, lain kali kamu bisa membelinya sendiri kan?”
“Tentusaja, Zal. Aku bisa melakukannya,” jawab Abil dengan percaya diri.
Rizal dan Abil segera menghampiri toko milik pak Aji. Ya, Rizal sudah berulangkali membeli pakan dari tempat ini. setelah proses jual beli selesai di toko pakan, maka selanjutnya Rizal menuju toko peralatan mandi. Ya, di rumahnya sudah kehabisan alat-alat bersih seperti sabun cuci, odol dan shampo.
“Zal, kenapa kamu suka melakukan pekerjaan ini?” tanya Abil di tempat parkir.
Rizal sedang memasukkan barang belanjaan ke dalam tas jinjing yang dibawanya dari rumah, “karena pekerjaan ini sangat menyenangkan, Bil.” Rizal kemudian tersenyum riang menjawab pertanyaan Abil.
Akhirnya mereka segera mengayuh sepeda menuju sekolah untuk berkumpul bersama rombongan sepeda. Kemudian kembali pulang ke rumah masing-masing.
***
Rizal sangat menyukai pekerjaan ini, apalagi ibunya sedikitpun tidak melarangnya. Sebelumnya ia sempat takut dimarahi saat ibunya mengetahui pekerjaan sampingannya. Namun itu tidak pernah terjadi, ibunya hanya berpesan di suatu malam, pesan yang selalu diingat Rizal setiap saat, “Kalau Rizal suka pekerjaan ini, maka lanjutkan saja. Tapi kamu harus amanah ketika dititipi uang dan belanjaan para pelanggan.”
Menurut Rizal pekerjaan sebagai petugas jasa titip tidak memerlukan modal sepeserpun, karena ia hanya menjual kemampuannya untuk membelikan sesuatu sesuai permintaan para pelanggan.
Rizal akan segera mengantarkan pakan ke rumah Bu Jamila sebelum ia pulang ke rumahnya. Tentusaja ia akan tersenyum dan bersyukur tiap kali sampai di rumah. Kemudian ibunya selalu menggodanya, “Anak Ibu senyum-senyum begitu, habis gajian ya?”
Rizal hanya tersenyum. “Rizal ke dalam dulu, Bu.”
Rizal berlari menuju kamarnya kemudian segera mengambil celengan di dalam kolong tempat tidur. Ia segera merogoh saku celana untuk mengambil uang upah dari Bu Jamila dan dimasukkan ke dalam celengan dari toples miliknya.
“Zal, kamu sedang apa?” tiba-tiba ibunya muncul dari balik pintu. Ia khawatir melihat anaknya yang belum melepas kaus kaki dan membiarkan tas masih menempel di punggungnya.
Rizal balik badan,”Eh ibu, Rizal lagi masukkan uang ke celengan,” ucap Rizal sembari mengangkat celengannya.
“Uangnya banyak sekali, Zal.” Ibunya merasa terkejut melihat celengan anaknya yang mulai penuh sesak, kemudian tersenyum.” Memangnya buat apa celengannya, Zal?”
“Ini tabungan Rizal biar nanti bisa masuk SMP, Bu. kan Rizal mau sekolah.” Rizal tersenyum sambil menggaruk kepalanya.
“Pintar anak ibu ini,” ucap ibunya yang kemudian menghampiri anaknya. “Soal biaya sekolah kan ada ibu sama kakak-kakakmu. Memangnya anak ibu tidak malu bekerja seperti ini tiap hari?”
Rizal hanya tersenyum sumringah,”Rizal suka jadi tukang titip belanja apalagi dapat uang. Kalau malu maka Rizal tidak akan dapat uang sebanyak ini, bu.”
***
Disamping pekerjaannya sebagai petugas jasa titip, ia juga mampu mempertahankan prestasi di sekolah. Semester kemarin ia berhasil masuk tiga besar. Berkat tekun belajar ketika di sekolah dan di rumah setiap malam, maka tidak sulit baginya untuk berprestasi di sekolahnya, SD Negeri Pawitan II. Hal itu pula yang semakin membuat Rizal menyukai pekerjaannya sebagai petugas jasa titip belanja.
Tamat
Pesan Moral :
Rizal mengajak siapa saja untuk belajar berani dan rajin dalam melakukan setiap kegiatan dengan senang hati. Apapun yang kita lakukan selagi menjadi seorang anak SD adalah tidak melupakan belajar dengan tekun. Istilah lamanya adalah “Rajin Pangkal Pandai.”
Baca Juga : Cerita sejarah danau toba
Kisah Alea dan Bekal Makan Siang
Sumber gambar : Ishfah Seven – Wordpress.com |
Lonceng istirahat telah berbunyi nyaring, memenuhi setiap sudut sekolah yang sebelumnya hening. Selanjutnya tanpa komando, seluruh murid SD Negeri Permata berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Mereka langsung menyebar ke setiap sudut sekolah, ada yang bermain ke lapangan serbaguna dan ada yang menuju lokasi kantin. Akan tetapi mereka juga ada yang menuju mamang penjual aneka jajanan di pinggir jalan, dekat gerbang sekolah.
Kelas tiga belum sepenuhnya keluar dari dalam kelas termasuk Alea yang barusaja merapikan alat belajarnya.
“Alea, kita jajan ke depan yuk!” ajak Lita yang sudah berdiri di samping bangku Alea.
Alea menghentikan aktivitasnya sejenak, “Oh, maaf Lita lain kali saja ya,” tolaknya halus.
“Oh, ya sudah tidak apa-apa. Kalau begitu aku dan Alina ke depan dulu, ya!” seru Lita yang akhirnya pergi bersama Alea dari dalam kelas.
***
Namanya Alea murid pintar yang minggu kemarin barusaja memenangkan lomba mewarnai se-kabupaten, ia berhasil duduk di peringkat kedua. Tentusaja kabar tersebut tidak hanya tersebar di seluruh sekolah, bahkan menjadi kabar yang disebarkan ibunya kepada setiap pembeli langganan ketika berjualan kue basah di pasar kota. Terakhir, tentusaja menjadi kebanggaan ayahnya yang bekerja di agen pengiAlean barang terkenal di indonesia.
Ya, Alea adalah anak tunggal yang diajarkan untuk hidup sederhana dan rajin belajar, meskipun sebenarnya mereka mampu untuk hidup secara mewah seperti teman-teman sekolah Alea yang lain. Ia setuju melakukan segala aktivitas sebelum pergi ke sekolah, seperti menyapu rumah dan memberi makan kucing kesayangannya sendiri. Sementara ibunya harus bersiap jualan ke pasar sambil mengerjakan rutinitas pagi, seperti menyiapkan sarapan. Sedangkan ayahnya seminggu sekali akan pulang dari dinasnya di tempat kerja.
***
“Danu, kenapa kamu tidak ikut istirahat?” tanya Alea yang akhirnya bisa duduk di kursi yang berhadapan dengan meja Danu.
Danu kemudian memandang Alea, dia seperti habis menangis. “Aku malu keluar Alea. Aku tidak punya uang jajan.”
“Benarkah itu, kenapa tidak punya uang jajan? Apa lupa di rumah?” tanya Alea yang penasaran.
“Aku..aku,” Danu gugup. “Aku tidak punya uang, Alea.”
“Hmm, apa kamu lapar?” Alea kembali bertanya.
Tanpa berkata Danu hanya mengangguk saja.
Mendengar jawaban Danu yang lapar, “Aku bawa bekal makan siang. Apa kamu mau menikmatinya bersamaku?”
“Iya, aku mau.” Danu segera menjawab. “Tapi, apa kamu tidak malu makan bersamaku?”
Alea tertawa kecil, “Kenapa harus malu, kita kan teman. Baiklah tunggu sebentar.”
Alea segera beranjak menuju bangkunya untuk mengambil bekal yang masih disimpan di dalam tasnya. Kemudian segera kembali ke tempat semula.
Di depan mereka tergelar dua botol minuman. Ya ternyata Danu hanya dibekali air minum tanpa bekal ataupun uang jajan. Kemudian kotak bekal milik Alea yang berisi roti isi sayur dan daging asap.
“Ayo, kamu bisa ambil bagianmu.” Alea menawari Danu dengan ekspresi semangat.
Awalnya Danu sedikit sungkan untuk mengambil bagiannya, tapi Alea segera mengangguk berkali-kali supaya Danu tidak sungkan lagi. Akhirnya mereka berdua menikmati roti isinya masing-masing.
“Rotinya enak Alea." Danu menikmati rotinya.
“Tentusaja, sama-sama,” jawab Alea sambil tersenyum.
“Kenapa kamu bawa bekal, Alea? Bukannya lebih baik jajan saja.” Danu seolah penasaran dengan Alea.
“Oh, itu karena aku sudah terbiasa diberi bekal setiap hari. Ibu mengajarkanku untuk terbiasa memakan kudapan buatan rumah,” ucap Alea yang kembali menggigit bagian rotinya sendiri.
“Oh, begitu. Lalu apa orangtua memberimu jatah jajan di sekolah?” Danu kembali bertanya.
“Tentusaja, tapi aku bawa pulang kembali untuk dimasukkan ke dalam celengan ayam.” Alea kembali menjelaskan dengan perlahan-lahan. “Lalu, kenapa kamu tidak punya uang untuk jajan di sekolah?”
“Sebenarnya aku diberi uang jajan untuk di sekolah. Tapi, sudah aku simpan di celengan juga.” Danu menceritakan uang jajan yang seluruhnya habis ditabung dalam celengannya.
“Begitu rupanya. Tapi, kalau semuanya kamu tabung nanti kamu tidak bisa jajan ketika istirahat. Bagaimana jika uang jajannya kamu bagi dua saja, sebagian untuk jajan dan satu bagian lagi untuk ditabung. ” Alea memberikan saran untuk Danu agar belajar membagi kebutuhan dan tabungannya sendiri.
“Hmm, sepertinya itu ide bagus, Alea.” Akhirnya Danu menyetujui saran Alea. “Besok, aku akan memulainya.”
Roti isi bekal Alea sudah mereka habiskan dan tinggal kotak kosong yang akan kembali diisi esok harinya.
“Bagaimana sekarang, apa kamu sudah tidak lapar lagi?” tanya Alea yang membereskan kotak bekal makannya.
“Iya, sekarang aku sudah kenyang.” Danu menjawab dengan semangat. “Terima kasih Alea, hari ini rasa laparku sudah diselamatkan.”
“Baiklah, sesama teman itu jangan sungkan ya," ucap Alea.
Alea hendak beranjak dari tempat duduknya, kemudian lonceng masuk sudah berbunyi nyaring. Seketika riuh suara murid-murid kelas tiga masuk ke dalam kelas.
Danu hanya tersenyum dan melambaikan tangannya pada Alea.
Tak berselang lama, Pak Adi datang dan segera duduk di meja guru.
“Baiklah, anak-anakku. Kita akan belajar tentang nama musim di indonesia," ucap Pak Adi.
***
Setelah lonceng kembali berbunyi, berarti itu tandanya kelas telah selesai. Terhitung untuk kesekian kalinya semua murid di SD Negeri Permata berhamburan dari dalam kelas. Akan tetapi bukan untuk bermain atau jajan, melainkan pulang ke rumah masing-masing. Mereka akan kembali ke sekolah dan belajar seperti biasa.
Besok, Alea dan murid-murid kelas tiga lainnya akan belajar bahasa inggris bersama Bu Mia.
Selesai
Pesan Moral :
Jika kita bisa berbagi bekal dengan teman, maka beri teman kita dengan baik. Mungkin saja temanmu lapar dan belum sempat sarapan, atau seperti Danu yang tidak punya uang jajan ke sekolah. Jadi mulailah berbagi hal apa saja dengan teman-temanmu. Seperti Alea yang berbagi bekalnya dengan Danu.
Desiana P
Belum ada Komentar untuk "Dongeng Pendek untuk Anak SD Bersama Rizal dan Alea"
Posting Komentar