Cerita Danau Toba Asli Asal usul Pulau Samosir legenda sejarah
Cerita Danau Toba Asal usul sejarah pulau samosir
Dahulu kala diceritakan sebuah kisah di tanah Sumatera. Hiduplah seorang pemuda yang tinggal sebatang kara di rumahnya bernama Toba. Dia adalah petani yang rajin berkebun setiap hari, akan tetapi rasa sepi mulai menghinggapinya seiring dengan semakin bertambah usia. Maka memancing di sungai menjadi salah satu kegiatan pengusir sepi yang paling mujarab.
Seringkali ia katakan pada dirinya sendiri, bahwa hidupnya akan bahagia jika ia sudah disediakan makanan oleh istrinya setiap kali pulang dari bekerja, kemudian bermain dengan anaknya sendiri. Akan tetapi itu hanya angan-angannya saja sampai dengan saat ini.
Suatu hari Toba sedang memancing ikan di sungai seperti kegiatan-kegiatan sebelumnya, akan tetapi dia merasa aneh sendiri ketika kail pancingnya mendapatkan seekor ikan emas yang besar. Ia bahagia dan bisa dijadikan lauk untuk beberapa hari yang akan datang. Kemudian ia segera pulang dan meletakkan ikan hasil pancingannya ke dalam sebuah ember yang berisi air, sedangkan Toba akan menyiapkan tungku untuk memasak. Setelah semua persiapan selesai maka Toba kembali untuk mengambil ikan, akan tetapi ia terkejut dengan ember ikannya yang berisi kepingan emas dan ikan yang dipancingnya berubah menjadi seorang perempuan cantik.
“Wahai, Tuan terima kasih telah menyelamatkanku dan sebagai tanda terima kasih maka aku berikan koin emas ini kepadamu.” Perempuan cantik itu merasa bersyukur karena hidupnya kembali berubah menjadi manusia. Ya, awalnya ia adalah manusia yang dikutuk oleh seorang dukun akibat tidak ingin dijodohkan dengan lelaki yang tidak dicintainya.
“Kau ini siapa dan mana ikanku?” tanya Toba yang masih kaget.
“Aku adalah ikan yang kau pancing, Tuan.” Perempuan itu menjawab dengan lembut, “Bahkan aku rela jika harus menjadi istrimu, Tuan.”
Toba semakin kaget, “Benarkah itu?”
Perempuan itu mengangguk setuju. Akan tetapi ia mengajukan satu syarat yang harus dipenuhi Toba jika ingin menikahinya. “Jika sekali-kali Tuan marah, maka jangan sekali-kali mengatakan aku ini berasal dari ikan.”
Kemudian Toba menyanggupinya dan menikahi perempuan yang sangat cantik itu.
Toba dan istrinya hidup bahagia dari tahun ke tahun, sehingga mereka dikaruniai seorang anak laki-laki.
“Kunamai engkau anakku, Samosir!” seru Toba pada hari kelahirannya sembari memangkunya dengan tinggi.
Hari demi hari Samosir tumbuh menjadi anak yang mulai bisa diandalkan, ia bisa disuruh ibunya untuk mengantar bekal makan siang untuk ayahnya yang bertani di kebun.
Suatu hari Samosir disuruh ibunya untuk mengantar makanan seperti biasa, “Anakku, Samosir tolong antarkan makanan ini untuk ayahmu!”
“Baiklah, Ibu,” jawab Samosir yang segera menuju dapur.
“Apa kamu hendak makan dulu?” tanya ibunya.
“Tidak perlu, Ibu. Nanti saja setelah mengantarkan makanan ini,” jawab Samosir sembari mengangkat rantang ayahnya dan tersenyum.
“Baiklah, hati-hati Anakku!” seru ibu Samosir kepada anaknya yang sudah pergi.
Di perjalanan menuju kebun ayahnya Samosir bersenandung merdu. Kemudian tidak sengaja mencium bau masakan ibunya yang masih hangat. Seketika Samosir merasa sangat lapar. Kemudian ia segera membuka bekal untuk ayahnya di tengah-tengah perjalanan dan sangat menikmati makan yang dimasak oleh ibunya.
Kemudian setelah ia mengingat kembali bekal ayahnya. Maka dengan terburu-buru, Samosir menuju kebun ayahnya yang sudah kelaparan menunggu bekal makan siangnya.
Benar saja, Toba ayahnya sudah menunggu dengan raut muka yang marah.
“Darimana saja kau, Samosir? Lama sekali rasanya.” Toba menanyakan kenapa Samosir terlambat.
“Sebenarnya, Samosir duduk sebentar untuk mencicipi bekal yang dimasak, Ibu.” Samosir menjawab dengan terbata karena rasa takut.
“Apa? Jadi kamu sudah memakan bekal makan siang Ayahmu yang kelaparan ini?” tanya Toba murka sambil merampas paksa bekal yang digenggam Samosir dan melihat isinya yang hampir habis.
“Dasar anak tidak berguna! Dasar anak ikan!”
“Maafkan, Samosir!” seru Samosir yang berlari sambil menangis meninggalkan ayahnya yang marah.
Ibunya sedang menyapu halaman saat Samosir tiba-tiba memeluk ibunya. Sontak saja ibu Samosir terkejut.
“Kenapa, Samosir? Ada apa?” tanya ibunya yang khawatir melihat putranya menangis.
Kemudian Samosir segera melepaskan pelukannya sambil sesenggukkan, “Benarkah aku ini anak ikan, Ibu?” tanya Samosir yang penasaran.
Ibu Samosir langsung terperanjat mendengar anaknya bertanya demikian, “Siapa yang sudah berani bicara seperti itu, anakku?”
Samosir kembali menangis, “Ayah sudah mengatakannya kepadaku.,” ucap Samosir yang ketakuatan. “Maafkan aku, Ibu. Aku sudah memakan bekal milik, Ayah. Sehingga Ayah menjadi marah.”
Samosir segera memeluk ibunya dan menangis sejadi-jadinya.
“Anakku, Samosir cepatlah kau berlari ke bukit yang tinggi dan jangan pernah melihat ke arah belakang.” Ibunya meminta Samosir untuk segera berlari, “Ibu menyayangimu, Samosir anakku.”
“Baiklah, Ibu aku akan mengikuti semua perkataanmu, aku menyayangimu!” seru Samosir, ia segera berlari menuju bukit yang lebih tinggi tanpa pernah sekalipun menengok kembali ke belakang.
Ibu Samosir murka dan dengan emosi yang sudah memuncak ia tidak mempedulikan kehadiran suaminya yang baru datang dari ladang pertanian.
“Maaf, aku menunggumu pulang bukan karena benar-benar menunggumu, tapi aku ingin pamit.” Ibu Samosir berkata dengan tanpa melihat wajah suaminya.
“Apa maksudmu, istriku?” tanya Toba yang bingung.
“Kau telah melanggar perjanjian kita,” jawab ibu Samosir. “Aku pergi sekarang juga.”
Mendengar perkataan istrinya barulah Toba sadar dengan perbuatannya, kemudian segera bersimpuh di hadapan istrinya. “Maafkan Aku, istriku. Sungguh aku tidak sengaja melakukannya.”
Toba tidak menyadari jika istrinya sudah tidak ada, dia menghilang begitu saja. Seketika membuat Toba panik memanggil anak dan istrinya, “Istriku!! Samosir!!”
Setelah istri Toba pergi maka datanglah banjir besar, menenggelamkan desa yang ditinggali Toba, banjir terus terjadi sampai desa itu benar-benar tenggelam. Kemudian hanya tersisa gundukkan pulau yang ditempati oleh Samosir. Ya, bukit itu yang kini menjadi pulau di tengah-tengah banjir yang sedang terjadi, yakni desa yang tenggelam.
Kesimpulan :
Danau yang merupakan danau terbesar se-asia tenggara itu dinamai danau Toba dan pulau yang persis berada di tengah-tengah danau Toba dinamai dengan pulau Samosir.
Pesan moral :
Kita harus menepati setiap janji kepada setiap orang terhadap perbuatan yang kita sanggupi. Karena ingkar terhadap janji selalu berakhir pada kecelakaan dan nasib yang tidak baik.
Sejarah Danau Toba Sumber gambar : Agolf News |
Dahulu kala diceritakan sebuah kisah di tanah Sumatera. Hiduplah seorang pemuda yang tinggal sebatang kara di rumahnya bernama Toba. Dia adalah petani yang rajin berkebun setiap hari, akan tetapi rasa sepi mulai menghinggapinya seiring dengan semakin bertambah usia. Maka memancing di sungai menjadi salah satu kegiatan pengusir sepi yang paling mujarab.
Seringkali ia katakan pada dirinya sendiri, bahwa hidupnya akan bahagia jika ia sudah disediakan makanan oleh istrinya setiap kali pulang dari bekerja, kemudian bermain dengan anaknya sendiri. Akan tetapi itu hanya angan-angannya saja sampai dengan saat ini.
Suatu hari Toba sedang memancing ikan di sungai seperti kegiatan-kegiatan sebelumnya, akan tetapi dia merasa aneh sendiri ketika kail pancingnya mendapatkan seekor ikan emas yang besar. Ia bahagia dan bisa dijadikan lauk untuk beberapa hari yang akan datang. Kemudian ia segera pulang dan meletakkan ikan hasil pancingannya ke dalam sebuah ember yang berisi air, sedangkan Toba akan menyiapkan tungku untuk memasak. Setelah semua persiapan selesai maka Toba kembali untuk mengambil ikan, akan tetapi ia terkejut dengan ember ikannya yang berisi kepingan emas dan ikan yang dipancingnya berubah menjadi seorang perempuan cantik.
“Wahai, Tuan terima kasih telah menyelamatkanku dan sebagai tanda terima kasih maka aku berikan koin emas ini kepadamu.” Perempuan cantik itu merasa bersyukur karena hidupnya kembali berubah menjadi manusia. Ya, awalnya ia adalah manusia yang dikutuk oleh seorang dukun akibat tidak ingin dijodohkan dengan lelaki yang tidak dicintainya.
“Kau ini siapa dan mana ikanku?” tanya Toba yang masih kaget.
“Aku adalah ikan yang kau pancing, Tuan.” Perempuan itu menjawab dengan lembut, “Bahkan aku rela jika harus menjadi istrimu, Tuan.”
Toba semakin kaget, “Benarkah itu?”
Perempuan itu mengangguk setuju. Akan tetapi ia mengajukan satu syarat yang harus dipenuhi Toba jika ingin menikahinya. “Jika sekali-kali Tuan marah, maka jangan sekali-kali mengatakan aku ini berasal dari ikan.”
Kemudian Toba menyanggupinya dan menikahi perempuan yang sangat cantik itu.
Toba dan istrinya hidup bahagia dari tahun ke tahun, sehingga mereka dikaruniai seorang anak laki-laki.
“Kunamai engkau anakku, Samosir!” seru Toba pada hari kelahirannya sembari memangkunya dengan tinggi.
***
Suatu hari Samosir disuruh ibunya untuk mengantar makanan seperti biasa, “Anakku, Samosir tolong antarkan makanan ini untuk ayahmu!”
“Baiklah, Ibu,” jawab Samosir yang segera menuju dapur.
“Apa kamu hendak makan dulu?” tanya ibunya.
“Tidak perlu, Ibu. Nanti saja setelah mengantarkan makanan ini,” jawab Samosir sembari mengangkat rantang ayahnya dan tersenyum.
“Baiklah, hati-hati Anakku!” seru ibu Samosir kepada anaknya yang sudah pergi.
Di perjalanan menuju kebun ayahnya Samosir bersenandung merdu. Kemudian tidak sengaja mencium bau masakan ibunya yang masih hangat. Seketika Samosir merasa sangat lapar. Kemudian ia segera membuka bekal untuk ayahnya di tengah-tengah perjalanan dan sangat menikmati makan yang dimasak oleh ibunya.
Kemudian setelah ia mengingat kembali bekal ayahnya. Maka dengan terburu-buru, Samosir menuju kebun ayahnya yang sudah kelaparan menunggu bekal makan siangnya.
Benar saja, Toba ayahnya sudah menunggu dengan raut muka yang marah.
“Darimana saja kau, Samosir? Lama sekali rasanya.” Toba menanyakan kenapa Samosir terlambat.
“Sebenarnya, Samosir duduk sebentar untuk mencicipi bekal yang dimasak, Ibu.” Samosir menjawab dengan terbata karena rasa takut.
“Apa? Jadi kamu sudah memakan bekal makan siang Ayahmu yang kelaparan ini?” tanya Toba murka sambil merampas paksa bekal yang digenggam Samosir dan melihat isinya yang hampir habis.
“Dasar anak tidak berguna! Dasar anak ikan!”
“Maafkan, Samosir!” seru Samosir yang berlari sambil menangis meninggalkan ayahnya yang marah.
***
“Kenapa, Samosir? Ada apa?” tanya ibunya yang khawatir melihat putranya menangis.
Kemudian Samosir segera melepaskan pelukannya sambil sesenggukkan, “Benarkah aku ini anak ikan, Ibu?” tanya Samosir yang penasaran.
Ibu Samosir langsung terperanjat mendengar anaknya bertanya demikian, “Siapa yang sudah berani bicara seperti itu, anakku?”
Samosir kembali menangis, “Ayah sudah mengatakannya kepadaku.,” ucap Samosir yang ketakuatan. “Maafkan aku, Ibu. Aku sudah memakan bekal milik, Ayah. Sehingga Ayah menjadi marah.”
Samosir segera memeluk ibunya dan menangis sejadi-jadinya.
“Anakku, Samosir cepatlah kau berlari ke bukit yang tinggi dan jangan pernah melihat ke arah belakang.” Ibunya meminta Samosir untuk segera berlari, “Ibu menyayangimu, Samosir anakku.”
“Baiklah, Ibu aku akan mengikuti semua perkataanmu, aku menyayangimu!” seru Samosir, ia segera berlari menuju bukit yang lebih tinggi tanpa pernah sekalipun menengok kembali ke belakang.
***
“Maaf, aku menunggumu pulang bukan karena benar-benar menunggumu, tapi aku ingin pamit.” Ibu Samosir berkata dengan tanpa melihat wajah suaminya.
“Apa maksudmu, istriku?” tanya Toba yang bingung.
“Kau telah melanggar perjanjian kita,” jawab ibu Samosir. “Aku pergi sekarang juga.”
Mendengar perkataan istrinya barulah Toba sadar dengan perbuatannya, kemudian segera bersimpuh di hadapan istrinya. “Maafkan Aku, istriku. Sungguh aku tidak sengaja melakukannya.”
Toba tidak menyadari jika istrinya sudah tidak ada, dia menghilang begitu saja. Seketika membuat Toba panik memanggil anak dan istrinya, “Istriku!! Samosir!!”
Setelah istri Toba pergi maka datanglah banjir besar, menenggelamkan desa yang ditinggali Toba, banjir terus terjadi sampai desa itu benar-benar tenggelam. Kemudian hanya tersisa gundukkan pulau yang ditempati oleh Samosir. Ya, bukit itu yang kini menjadi pulau di tengah-tengah banjir yang sedang terjadi, yakni desa yang tenggelam.
Kesimpulan :
Danau yang merupakan danau terbesar se-asia tenggara itu dinamai danau Toba dan pulau yang persis berada di tengah-tengah danau Toba dinamai dengan pulau Samosir.
***
Tamat
Kita harus menepati setiap janji kepada setiap orang terhadap perbuatan yang kita sanggupi. Karena ingkar terhadap janji selalu berakhir pada kecelakaan dan nasib yang tidak baik.
Belum ada Komentar untuk "Cerita Danau Toba Asli Asal usul Pulau Samosir legenda sejarah"
Posting Komentar