Cerita Si Kancil dan Ular yang Licik
Cerita Si Kancil dan Ular yang Licik - Pada suatu hari yang cerah di dalam hutan yang damai. Terdengar burung berkicauan diselingi dengan suara katak yang bermain di tepi sungai. Di saat yang sama, Si Kancil sedang berjalan-jalan seorang diri. Ia baru saja keluar dari dalam rumahnya menuju tempat perkumpulan para hewan di pusat hutan yang ramai.
Sesekali Si Kancil bersenandung sambil berjalan dengan santai, sekalipun ia tidak memperhatikan hal lain kecuali langkah kaki yang seperti memiliki tempo layaknya sebuah lagu.
Kemudian matahari perlahan semakin tinggi, akan tetapi Si kancil sekalipun tak perlu merasa kepanasan. Sebab banyak pohon-pohon yang bisa dijadikan tempat untuk berlindung, atau bahkan sepanjang jalan akan ditemukan pohon-pohon yang seakan menjadi payung bagi semua hewan yang berjalan di sekitar hutan.
Akan tetapi semua hewan di dalam hutan selalu mengurangi aktifitas di siang hari. Hal tersebut bukan hanya sekadar menghindar dari terik matahari, akan tetapi lebih kepada untuk melindungi diri dari sergapan musuh yang akan makan siang. Biasanya hewan pemakan daging akan menunggu mangsa dibalik semak-semak. Kemudian menunggu waktu yang tepat untuk menyergap santapan makan siang.
Akan tetapi sepertinya hal tersebut tidak berlaku bagi Si Kancil yang terkenal cerdik dan bijak. Banyak marabahaya yang selalu menyertainya, namun selalu berhasil lolos dengan cara-cara yang mengagumkan. Ya, semua hewan mengakui kehebatan Si Kancil.
Si Kancil masih berjalan santai dan melewati sebuah jalan, dimana jalan tersebut mengarah ke suatu lembah yang jarang dilalui hewan-hewan di hutan. Ya, jalan itu biasanya hanya diperuntukkan bagi hewan-hewan melata dan hewan penghuni rawa. Maka Si Kancil segera mempercepat langkahnya supaya menjauh dari jalan menakutkan itu. Akan tetapi Si Kancil mendengar sesuatu, terdengarseperti suara meminta pertolongan.
“Tolong!" Suara itu kembali terdengar oleh Si Kancil.
Kemudian dengan segera Si Kancil berjalan perlahan menuju semak-semak namun tidak menemukan apa-apa. Ketika ia hendak kembali, maka seekor ular menghadang jalannya. Hal itu tentu saja membuat Si Kancil kaget luar biasa, namun tidak sampai berteriak.
“Kancil, tolonglah aku!” seru seekor ular seperti sedang berada dalam keadaan yang sulit.
Si Kancil merasa heran dengan Ular yang kini ada di hadapannya. “Apa yang terjadi, Ular?” tanya Si Kancil yang penasaran.
Kemudian Si Ular menceritakan kesedihan yang sedang dialaminya. Rupanya semua telur di sarangnya telah diambil oleh seekor Biawak. Si Ular hendak menuju tempat persembunyian Biawak, akan tetapi Ular tidak sanggup sendirian untuk menjemput telur-telurnya.
“Begitulah, Kancil,” Ular menjelaskan dan diakhiri dengan isakkan. “Aku ingin engkau mengantarku ke sarang Biawak itu. Bukankah engkau kancil yang bijak?”
“Kenapa engkau memintaku untuk melakukannya?” tanya Si kancil yang mulai penasaran.
“Aku hanya bertemu denganmu saja hari ini, tak ada hewan lain yang melintas di jalanan,” jelas si Ular yang memberikan alasan kepada si Kancil.
“Bukankah kau bisa meminta bantuan kepada hewan yang lebih besar, Ular. Seperti Tuan Singa dan Tuan Harimau.” Si Kancil kembali memberikan alasan kepada si Ular.
Akan tetapi lagi-lagi si Ular ingin diantar oleh Si Kancil. Sang Ular berdalih jika Si Kancil akan mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Kemudian sepertinya Si Kancil akan menuruti permintaan Si Ular yang sedang sedih itu, mengambil kembali telur-telurnya yang telah diculik. Meskipun ke tempat yang agak asing banginya, kandang Biawak.
Baca : Kisah si kancil dan buaya
Si Kancil akhirnya mengikuti permintaan Si Ular yang kini berjalan bersama menuju jalan menakutkan itu. Meskipun ada yang aneh dengan keadaannya, namun Si kancil akan menerima resiko apapun. Bukan karena alasan yang aneh, tapi ia belum pernah menginjakkan kaki ke tanah yang akhirnya sedang dipijaknya. Suasana yang sedikit berlumpur, lembab dan hampir tidak ada sinar matahari yang berhasil menembus daerah ini. Sehingga udaranya juga berbeda dari biasanya.
Di sepanjang jalan Si Ular bercerita tentang letak rumah Biawak yang sebentar lagi akan ditemukan. Kemudian jalan semakin sempit untuk dilalui secara beriringan, maka Si Ular berinisiatif untuk berjalan di belakang.
Sejauh ini tidak tampak kejadian yang janggal seperti perkiraan Si Kancil sebelumnya. Ternyata tidak pernah ada yang mencurigakan dari tingkah Si Ular. Kemudian tidak terdengar suara Si Ular bercerita di belakangnya.
Si Kancil menyadari jika kekhawatiran yang ia rasakan selama perjalanan benar-benar terjadi, dimana ia berhenti di sebuah jalan buntu. Kemudian ia menghela napas untuk sekedar menenangkan dirinya sendiri. Lalu segera balik badan untuk melihat Si Ular. Ternyata Si Ular sudah berdiri dan menyiapkan serangannya sambil berkata.
“Kancil, aku sudah berhasil menipumu dengan sedikit drama.” Si Ular berkata dengan nada yang menyeramkan, tentu saja supaya korbannya menjadi takut. Akan tetapi hal itu tidak berlaku bagi Si kancil yang pemberani.
“Dasar Ular, kau memang selalu licik seperti biasanya. Pantas saja kau tak punya teman." Si Kancil tidak mau dikalahkan oleh seekor Ular yaang licik sepertinya.
Mendengar perkataan Si Kancil, maka Si Ular merasa sangat marah dan dengan kekuatan yang dimilikinya ia segera melilit tubuh Si Kancil. Hal yang biasa ia lakukan untuk melumpuhkan mangsa supaya mati lemas.
“Sekarang engkau tidak bisa berbuat apa-apa, Kancil yang bijak.” Si Ular berkata sambil tertawa seenaknya. “Tak akan ada namanya Si Kancil di hutan ini.”
Kemudian Si Ular semakin memperkuat lilitannya dan membuat Si Kancil sedikit kesulitan untuk bernapas. Sehingga ia tidak bisa membalas perbuatan Si Ular, kecuali hanya sedang memikirkan cara untuk bisa melarikan diri dari lilitan Si Ular licik.
Tanpa disadari akhirnya ia menemukan satu cara, mungkinsaja Si Ular melupakan kelemahannya sendiri sebab tertutupi oleh dendam dan rasa sombong yang berlebihan. Dimana sebisa mungkin Si Kancil berusaha menggapai ekor Si Ular, tapi belum bisa dilakukan. Kemudian ketika lilitan semakin kuat maka Si kancil segera menggigitnya dengan sekuat tenaga. Tentu saja ini berhasil, apalagi Si Ular sampai menjerit dan melepaskan lilitannya.
“Dasar kau Ular yang sombong dan payah!” seru Si Kancil kepada Si Ular yang masih merasakan sakit pada ekornya.
“Kancil! Awas kau ya!” seru Si Ular yang sepertinya tidak lagi memiliki selera untuk memakan Si Kancil. Sekarang ia hanya peduli pada ekornya yang kesakitan.
“Baiklah, aku tidak ingin tinggal lebih lama dengan seorang yang licik sepertimu, Ular!” seru Si Kancil yang bisa tersenyum puas. “Aku pergi dulu!”
Akhirnya Si Kancil berlari untuk menjauhi Si Ular yang masih meratapi kesakitan. Semua itu adalah pelajaran yang pantas diterimanya, sebab telah melakukan tindakan tidak terpuji, yakni berbohong. Kemudian ia akan mengabarkan pada semua penghuni hutan jika Si Ular memang pantas hidup tanpa teman. Tak akan ada yang mau menemani hewan licik sepertinya.
Ya, Si Ular memang licik akan tetapi akan selalu kalah oleh Si Kancil yang bijak dan cerdik.
Pesan moral yang dapat diambil adalah kita tidak boleh menyia-nyiakan setiap kepercayaan. Karena ketika kita mengingkarinya maka kita akan kehilangan satu dan banyak teman dalam kehidupan.
Desiana P
via inibudi.org |
Si Ular Minta Tolong
Sesekali Si Kancil bersenandung sambil berjalan dengan santai, sekalipun ia tidak memperhatikan hal lain kecuali langkah kaki yang seperti memiliki tempo layaknya sebuah lagu.
Kemudian matahari perlahan semakin tinggi, akan tetapi Si kancil sekalipun tak perlu merasa kepanasan. Sebab banyak pohon-pohon yang bisa dijadikan tempat untuk berlindung, atau bahkan sepanjang jalan akan ditemukan pohon-pohon yang seakan menjadi payung bagi semua hewan yang berjalan di sekitar hutan.
Akan tetapi semua hewan di dalam hutan selalu mengurangi aktifitas di siang hari. Hal tersebut bukan hanya sekadar menghindar dari terik matahari, akan tetapi lebih kepada untuk melindungi diri dari sergapan musuh yang akan makan siang. Biasanya hewan pemakan daging akan menunggu mangsa dibalik semak-semak. Kemudian menunggu waktu yang tepat untuk menyergap santapan makan siang.
Akan tetapi sepertinya hal tersebut tidak berlaku bagi Si Kancil yang terkenal cerdik dan bijak. Banyak marabahaya yang selalu menyertainya, namun selalu berhasil lolos dengan cara-cara yang mengagumkan. Ya, semua hewan mengakui kehebatan Si Kancil.
Si Kancil masih berjalan santai dan melewati sebuah jalan, dimana jalan tersebut mengarah ke suatu lembah yang jarang dilalui hewan-hewan di hutan. Ya, jalan itu biasanya hanya diperuntukkan bagi hewan-hewan melata dan hewan penghuni rawa. Maka Si Kancil segera mempercepat langkahnya supaya menjauh dari jalan menakutkan itu. Akan tetapi Si Kancil mendengar sesuatu, terdengarseperti suara meminta pertolongan.
“Tolong!" Suara itu kembali terdengar oleh Si Kancil.
Kemudian dengan segera Si Kancil berjalan perlahan menuju semak-semak namun tidak menemukan apa-apa. Ketika ia hendak kembali, maka seekor ular menghadang jalannya. Hal itu tentu saja membuat Si Kancil kaget luar biasa, namun tidak sampai berteriak.
“Kancil, tolonglah aku!” seru seekor ular seperti sedang berada dalam keadaan yang sulit.
Si Kancil merasa heran dengan Ular yang kini ada di hadapannya. “Apa yang terjadi, Ular?” tanya Si Kancil yang penasaran.
Kemudian Si Ular menceritakan kesedihan yang sedang dialaminya. Rupanya semua telur di sarangnya telah diambil oleh seekor Biawak. Si Ular hendak menuju tempat persembunyian Biawak, akan tetapi Ular tidak sanggup sendirian untuk menjemput telur-telurnya.
“Begitulah, Kancil,” Ular menjelaskan dan diakhiri dengan isakkan. “Aku ingin engkau mengantarku ke sarang Biawak itu. Bukankah engkau kancil yang bijak?”
“Kenapa engkau memintaku untuk melakukannya?” tanya Si kancil yang mulai penasaran.
“Aku hanya bertemu denganmu saja hari ini, tak ada hewan lain yang melintas di jalanan,” jelas si Ular yang memberikan alasan kepada si Kancil.
“Bukankah kau bisa meminta bantuan kepada hewan yang lebih besar, Ular. Seperti Tuan Singa dan Tuan Harimau.” Si Kancil kembali memberikan alasan kepada si Ular.
Akan tetapi lagi-lagi si Ular ingin diantar oleh Si Kancil. Sang Ular berdalih jika Si Kancil akan mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Kemudian sepertinya Si Kancil akan menuruti permintaan Si Ular yang sedang sedih itu, mengambil kembali telur-telurnya yang telah diculik. Meskipun ke tempat yang agak asing banginya, kandang Biawak.
Baca : Kisah si kancil dan buaya
***
Kancil yang Cerdik
Si Kancil akhirnya mengikuti permintaan Si Ular yang kini berjalan bersama menuju jalan menakutkan itu. Meskipun ada yang aneh dengan keadaannya, namun Si kancil akan menerima resiko apapun. Bukan karena alasan yang aneh, tapi ia belum pernah menginjakkan kaki ke tanah yang akhirnya sedang dipijaknya. Suasana yang sedikit berlumpur, lembab dan hampir tidak ada sinar matahari yang berhasil menembus daerah ini. Sehingga udaranya juga berbeda dari biasanya.
Di sepanjang jalan Si Ular bercerita tentang letak rumah Biawak yang sebentar lagi akan ditemukan. Kemudian jalan semakin sempit untuk dilalui secara beriringan, maka Si Ular berinisiatif untuk berjalan di belakang.
Sejauh ini tidak tampak kejadian yang janggal seperti perkiraan Si Kancil sebelumnya. Ternyata tidak pernah ada yang mencurigakan dari tingkah Si Ular. Kemudian tidak terdengar suara Si Ular bercerita di belakangnya.
Si Kancil menyadari jika kekhawatiran yang ia rasakan selama perjalanan benar-benar terjadi, dimana ia berhenti di sebuah jalan buntu. Kemudian ia menghela napas untuk sekedar menenangkan dirinya sendiri. Lalu segera balik badan untuk melihat Si Ular. Ternyata Si Ular sudah berdiri dan menyiapkan serangannya sambil berkata.
“Kancil, aku sudah berhasil menipumu dengan sedikit drama.” Si Ular berkata dengan nada yang menyeramkan, tentu saja supaya korbannya menjadi takut. Akan tetapi hal itu tidak berlaku bagi Si kancil yang pemberani.
“Dasar Ular, kau memang selalu licik seperti biasanya. Pantas saja kau tak punya teman." Si Kancil tidak mau dikalahkan oleh seekor Ular yaang licik sepertinya.
Mendengar perkataan Si Kancil, maka Si Ular merasa sangat marah dan dengan kekuatan yang dimilikinya ia segera melilit tubuh Si Kancil. Hal yang biasa ia lakukan untuk melumpuhkan mangsa supaya mati lemas.
“Sekarang engkau tidak bisa berbuat apa-apa, Kancil yang bijak.” Si Ular berkata sambil tertawa seenaknya. “Tak akan ada namanya Si Kancil di hutan ini.”
Kemudian Si Ular semakin memperkuat lilitannya dan membuat Si Kancil sedikit kesulitan untuk bernapas. Sehingga ia tidak bisa membalas perbuatan Si Ular, kecuali hanya sedang memikirkan cara untuk bisa melarikan diri dari lilitan Si Ular licik.
Tanpa disadari akhirnya ia menemukan satu cara, mungkinsaja Si Ular melupakan kelemahannya sendiri sebab tertutupi oleh dendam dan rasa sombong yang berlebihan. Dimana sebisa mungkin Si Kancil berusaha menggapai ekor Si Ular, tapi belum bisa dilakukan. Kemudian ketika lilitan semakin kuat maka Si kancil segera menggigitnya dengan sekuat tenaga. Tentu saja ini berhasil, apalagi Si Ular sampai menjerit dan melepaskan lilitannya.
“Dasar kau Ular yang sombong dan payah!” seru Si Kancil kepada Si Ular yang masih merasakan sakit pada ekornya.
“Kancil! Awas kau ya!” seru Si Ular yang sepertinya tidak lagi memiliki selera untuk memakan Si Kancil. Sekarang ia hanya peduli pada ekornya yang kesakitan.
“Baiklah, aku tidak ingin tinggal lebih lama dengan seorang yang licik sepertimu, Ular!” seru Si Kancil yang bisa tersenyum puas. “Aku pergi dulu!”
Akhirnya Si Kancil berlari untuk menjauhi Si Ular yang masih meratapi kesakitan. Semua itu adalah pelajaran yang pantas diterimanya, sebab telah melakukan tindakan tidak terpuji, yakni berbohong. Kemudian ia akan mengabarkan pada semua penghuni hutan jika Si Ular memang pantas hidup tanpa teman. Tak akan ada yang mau menemani hewan licik sepertinya.
Ya, Si Ular memang licik akan tetapi akan selalu kalah oleh Si Kancil yang bijak dan cerdik.
***
Selesai
Desiana P
Belum ada Komentar untuk "Cerita Si Kancil dan Ular yang Licik"
Posting Komentar