Cerita Angsa Emas dan Putri yang Tidak Pernah Tertawa

Si Lugu dan Angsa Emas—Pada suatu masa hiduplah seorang pria dengan tiga orang anak lelaki yang beranjak dewasa. Ada anak yang Tertua, anak Kedua dan anak Termuda. Dimana anak Termuda sering disebut Si Lugu, karena sikap dan prilakunya sedikit berbeda dengan kedua kakaknya. Sehingga terkadang menjadi bahan ejekan dan tertawaan bagi keluarga.
Cerita Angsa Emas dan Putri yang Tidak Pernah Tertawa
via erabaru.net

Si Lugu identik dengan tidak mampu mengerjakan sesuatu dengan benar. Hal itu patut dibenarkan adanya, beberapa kali pekerjaan yang dilakukannya seringkali tidak memuaskan ayahnya di rumah. Maka sontak saja kedua kakaknya akan kembali menertawakan Si Lugu untuk kesekian kalinya. Akan tetapi sekalipun Si Lugu tidak pernah marah atau membalas perlakuan kedua kakaknya. Ia tetap berbuat sebaik apa yang ia bisa. Sehingga Si Lugu terkenal baik hati  oleh masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.

***

Suatu pagi sang ayah meminta kepada anak Tertua untuk menebang pohon di hutan. Kemudian segera disanggupi olehnya, lalu tak lupa sang ayah memberikan bekal kue yang sangat lezat dan sebotol minuman segar. Ya, itu bekal makan siang supaya anaknya tidak kelaparan selama melakukan pekerjaan. Setelah semua peralatan dan bekal siap, maka anak Tertua pamit kepada sang ayah.
Anak Tertua pergi seorang diri ke dalam hutan. Ya, hampir semua masyarakat menggantungkan harapannya kepada hutan yang memiliki semua persediaan kebutuhan. Dari mulai kayu bakar, dedaunan sampai buah-buahan alami yang tumbuh sembarangan di dalamnya.

Akhirnya anak Tertua tiba di hutan yang terdapat banyak pohon tinggi menjulang. Seperti niat awalnya bahwa ia akan menebang pohon di tempat ini. Kemudian tiba-tiba datanglah seorang Kakek tua yang bertubuh kecil dan berkulit abu-abu. Ia menyapa anak Tertua sembari berkata.

“Wahai anak muda, berilah aku sedikit kue atau makanan dan biarkan aku minum sedikit saja. Aku sangat lapar dan kehausan.” Kakek tua berkata dengan nada yang susah payah untuk diucapkan. Maklum saja ia sudah tua dan kelaparan.

Kemudian anak Tertua segera menjawab, “bila aku memberikan makananku padamu, nanti aku akan makan apa Kakek tua. Pergilah menjauh!”

Ya, anak Tertua tidak bersedia untuk memberikan makanannya kepada si Kakek tua. Kemudian ia segera meninggalkannya dan menuju pohon yang hendak ditebang hari ini.
Ketika anak Tertua mulai menebang salah satu pohon, maka tiba-tiba kapaknya terselip dan seolah menancap kuat di batang pohon. Sehingga kapak itu akhirnya melukai tangan anak Tertua dan ia pulang ke rumah untuk membalut lukanya.

Selanjutnya tugas itu diserahkan kepada anak Kedua. Ya, ia datang ke dalam hutan sembari tak lupa untuk membawa bekal makan siang. Ia bertemu dengan si Kakek tua yang meminta makanan seperti kepada anak Tertua. Akan tetapi anak Kedua juga melakukan penolakan yang sama seperti yang dilakukan anak Tertua.

“Wahai Kakek tua, jika aku memberikan makananku padamu. Maka nanti aku tidak akan punya makanan,” ujar anak Kedua yang berlalu meninggalkannya.

Selanjutnya anak Kedua sudah bersiap dengan sebilah kapak untuk menebang pohon pilihannya. Akan tetapi musibah kembali terjadi, dimana kapaknya melukai kaki anak Kedua sehingga terluka cukup parah dan harus ditandu dari hutan menuju rumahnya.

Ternyata semua kejadian itu adalah perbuatan si Kakek tua yang memiliki kemampuan layaknya seorang penyihir dengan mantranya. Seperti pepatah lama mengatakan jika kebaikan akan dibalas kebaikan dan keburukan akan mendatangkan keburukan pula.

***

Menyaksikan kecelakaan yang menimpa kedua kakaknya, maka si Lugu berinisiatif untuk pergi menuju hutan. Kemudian ia berkata kepada ayahnya.

“Ayah, bolehkah aku juga pergi ke dalam hutan?” tanya si Lugu kepada ayahnya.

“Saudara-saudaramu telah mengalami kecelakaan karena kapak yang mereka pegang sendiri. Apa nanti yang akan terjadi jika kamu yang memegang kapak itu?” tanya sang ayah yang tidak mempercayai kemampuan anaknya sendiri.

Kemudian tanpa menunggu lama, si Lugu menuju dapur dan memasukkan perbekalannya sendiri dan membawa sebilah kapak. Ya, ia sudah memutuskan untuk masuk ke dalam hutan meskipun ayahnya tidak mempercayai kemampuan yang ia miliki.

Di sepanjang perjalanan ia hanya fokus pada niatnya untuk menebang pohon di hutan, sekaligus ingin membuktikan jika si Lugu bisa melakukannya. Ya, seolah kali ini ia butuh pengakuan dari ayah dan semua orang yang selalu meremehkannya.

Ketika ia sampai di hutan maka si Kakek tua seolah menyambut kedatangannya, seperti kepada orang-orang sebelumnya. Dimana si Kakek tua meminta bekal milik si Lugu sebab ia merasa lapar dan haus. Tanpa banyak kata si Lugu segera memberikan semua bekalnya kepada si Kakek tua sebab merasa kasihan melihat keadaannya.

Kemudian si Lugu menemani si kakek tua yang sangat lahap memakan bekal miliknya. Lalu si Kakek tua berkata.

“Engkau pemuda yang baik hati, maka aku akan berikan sesuatu padamu,” ucapnya kepada si Lugu. “Tebanglah pohon tua itu kemudian ambil apa saja yang ada dibalik akar tuanya.”

Tanpa banyak tanya lagi, si Lugu segera menuju pohon tua dan menebangnya. Ia menemukan seekor angsa yang memiliki bulu berwarna emas murni, sungguh ia tidak menyangka. Si Lugu hendak mengatakan apa yang ditemukannya kepada si Kakek tua, namun ia sudah menghilang entah kemana.
Kemudian ia segera memangku angsa emas itu dan pergi menuju penginapan terdekat. Ya, hari sudah tidak lagi memungkinkan untuk bekerja atau pulang ke rumah. Ia akan menginap bersama angsa emas pemberian si Kakek tua.

Baca : Kisah Putri Tidur
***

Sang Putri Tertawa

Hari baru telah tiba, dimana si Lugu merasa tertidur dengan nyenyak. Kemudian ia menyimpan angsa emas di dalam kamarnya, sementara ia akan kembali ke hutan untuk menyelesaikan pekerjaan yang sempat tertunda.

Pemilik penginapan memiliki tiga orang putri, dimana ketiganya sudah penasaran dengan angsa milik si Lugu. Kemudian mereka bertiga hendak mengambil bulu angsa emas. Akan tetapi tangan mereka semua menjadi tertempel antara satu dengan yang lainnya, seperti saling memegang pundak satu sama lain. Si Lugu mengetahuinya dan segera membawa angsa emasnya diikuti oleh ketiga perempuan yang menempel, membentuk sebuah antrian. Menyadari hal itu, maka si Lugu menuju ke kota hendak mengikuti sayembara dan selama di perjalanan akhirnya ada tujuh orang yang menempel, tentu saja membuat antrian yang cukup panjang.

Sayembara itu berasal dari kerajaan, siapa yang berhasil membuat putri raja tertawa, maka orang itu berhak menjadi suami atau saudarinya.

Akhirnya sang putri tertawa melihat antrian yang cukup panjang akibat dari ulah angsa emas milik si Lugu. Sehingga ia menjadi pemenang dan menikah dengan tuan putri dari kerajaan di negerinya.
Seketika pula semua orang yang saling menempel satu sama lain itu akhirnya terpisah dengan sendirinya. Ya, si Lugu menikah dengan tua putri dan mewarisi tahta kerajaan. Angsa emas juga hidup bersama mereka di istana, selamanya.

***
Selesai

Pesan moral yang dapat diambil adalah kita harus mempercayai kemampuan orang lain. Jangan pernah merasa sombong dan tolong sesama tanpa sedikitpun pengecualian.

Desiana P

Belum ada Komentar untuk "Cerita Angsa Emas dan Putri yang Tidak Pernah Tertawa"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel