Cerita Kancil dan Buaya kisah dimusim kemarau

Cerita kancil dan buaya —Terdengar suara elang seperti sedang bersedih, mengelilingi kawasan hutan seorang diri di udara. Burung-burung kecil menangisi persediaan makanan yang hampir habis kemudian ikan-ikan terus berlari menuju sungai yang lebih dalam.
Kisah Si Kancil yang Cerdik dan Buaya yang Tersihir Mantra
via doc.google.com

Musim sedang berganti menjadi kemarau yang panjang dan semua penghuni hutan perlahan menderita kelaparan. Akan tetapi sejauh ini belum terdengar berita kematian akibat kelaparan.
Si Kancil hanya terdiam di atas batu yang datar, ia menempelkan perutnya supaya terganjal dari rasa lapar. Kini semua hewan sedang kelaparan, Si Kancil juga demikian ia tidak bisa melihat rumput hijau di sekitar pandangannya. Hanya ada rumput-rumput kering dan menguning, tentu saja rasanya tidak enak dan sulit untuk ditelan.

Si Kancil berpikir untuk mencari rumput hijau, seperti hari-hari sebelumnya dimana ia belum mendapatkan satu helai rumput yang hijau. Ia berencana untuk berjalan sedikit lebih jauh dari rumahnya.

***

Si Kancil Berani


Akhirnya Si Kancil telah berjalan dan ia bertekad untuk dapat menemukan rumput hijau di manapun tempatnya. Ia berjalan seorang diri, sebab tidak ingin mengambil banyak resiko. Bisa saja banyak hewan-hewan lain yang akan memangsanya dari berbagai arah, semua orang sedang kelaparan dan entah sampai kapan kemarau akan berakhir.

Si Kancil berhenti di suatu tempat untuk istirahat sebentar, ia tidak melihat rumput hijau melainkan rumput kuning dan pohon-pohon merontokkan semua daunnya yang sudah mengering tak bersisa. Hawa panas mulai datang sehingga tidak tampak seekor pun hewan sedang berkeliaran. Semuanya memilih bertahan di rumah masing-masing dengan menahan perut yang lapar, atau mungkin saja hanya menikmati makanan yang sempat dikeringkan di musim hujan. Ya, semuanya hampir tidak ada pilihan yang baik terkecuali pilihan untuk tetap hidup.

Daripada meratapi kesedihan dirinya sendiri, Si kancil memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju rumput hijau, meskipun ia tidak pernah mengetahui keberadaannya. Hanya harapan yang terlalu besar, ia jadikan alasan supaya kakinya tetap melangkah ke depan. Kini ia berjalan santai dengan maksud untuk menghemat tenaga, sebab nuraninya mengatakan jika rumput hijau masih jauh dari pandangannya.

Tibalah Si Kancil di ujung hutan yang selama ini menjadi rumah baginya dan kawan-kawan. Sebentar lagi ia akan bertemu dengan perbatasan hutan menuju hutan tetangga, harapannya sangat besar untuk mendapatkan sedikit saja makanan. Ia dan semua kawan-kawannya membutuhkan makanan yang layak untuk tetap bisa bertahan hidup. Tak ada yang menginginkan kematian yang sia-sia, semuanya ingin mati secara terhormat dan selalu dikenang oleh sanak dan saudaranya.

Gemuruh suara air semakin terdengar jelas, Si Kancil mengira bahwa di depan sana terdapat sungai yang besar. Ia merasa ingin cepat berlari, namun urung dilakukan. Sungai yang besar berarti memiliki resiko dan bahaya yang besar pula. Maka Si Kancil berjalan mengendap-endap di antara semak-semak. Sebisa mungkin ia tidak akan bersuara supaya tidak membuat keramaian yang akan mengubah suasana yang sudah ada.

Si Kancil melihat dari balik semak, sungai yang mengalir tenang dan tidak berarus deras. Tentu saja ia mulai curiga dengan kemungkinan yang sedang dipikirkannya. Ya, seperti dugaannya ia melihat sekelompok buaya sedang berjemur di tepi sungai dan sebagian sedang berendam di dalam sungai. Ya, mereka pasti akan menyantap habis Si kancil jika ia bertindak ceroboh.

 Kemudian ia terkejut dengan kondisi hutan di seberang sungai, rumputnya sangat hijau dan banyak. Tentu saja akan membuat Si kancil dan kawan-kawannya merasa kenyang dari rasa lapar. Akan tetapi Si kancil harus memiliki cara supaya bisa melewati sekelompok buaya yang sedang berada di sekitar sungai.

Si Kancil berpikir dan tak lama kemudian ia sudah menemukan caranya.

***
Baca juga : Si kancil dan siput

Si Kancil yang Cerdik


Si Kancil masih berdiri di balik semak sedari tadi tanpa gerakan yang mencurigakan. Ia sangat berhati-hati sebab bahaya akan mengancam jika salah melangkah meski sedikit saja. Akhirnya Si Kancil sudah memiliki rencana, kemudian ia sudah siap untuk berhadapan langsung dengan para buaya seorang diri.

“Wahai para Buaya yang baik hati!” seru Si Kancil yang keluar dari semak-semak.

Semua buaya langsung tertuju pada sumber suara, mereka memperhatikan Si Kancil berjalan menghampiri mereka yang sedang berkumpul di dalam sungai. “Siapa ini yang datang?” tanya Buaya yang berukuran paling besar merasa terkejut dengan kehadiran Si Kancil.

“Ternyata sang Kuasa telah mengantarkan makanan lezat untuk kita, hahaha!” seru Buaya yang ukurannya lebih kecil, kemudian semua buaya tertawa terbahak-bahak.

“Aku bukan makanan kalian, tapi aku bertugas sebagai pembawa pesan Sang Raja Sulaiman yang agung,” ujar Si Kancil dengan percaya diri. “Jika kalian memakanku, maka rugilah kalian. Sebab aku membawa kabar gembira.”

Mendengar nama raja Sulaiman, maka semua buaya menghilangkan anggapan Si Kancil sebagai santapannya. Mereka tidak akan melakukannya.

“Raja Sulaiman, benarkah itu?” tanya Buaya besar.

“Apa yang ingin dia sampaikan pada kami?” tanya Buaya yang lainnya.

“Aku diutus untuk memberikan mantra kepada kalian,” ujar Si Kancil. “Katanya Raja Sulaiman akan memberikan kekuatan abadi kepada kalian, apa kalian mau mendapatkan mantranya?”

Sontak semua buaya menginginkan mantra yang akan mereka dapat dari raja Sulaiman. Buaya mana yang tidak ingin mempunyai kekuatan abadi, semua buaya menginginkannya.

“Baiklah, aku akan memberikan pesan itu kepada kalian,” jelas Si Kancil. “Tapi aku membutuhkan bantuan kalian sebalumnya.”

Tanpa banyak bicara maka buaya yang paling besar menghadap pada Si Kancil, “Apa yang bisa kubantu, Kancil?”

Si Kancil menjelaskan kepada Buaya besar untuk membuat barisan menyebrangi sungai, tentu saja barisan para Buaya. Kemudian Si Kancil akan membacakan mantra abadi kepada para Buaya. Tanpa waktu yang lama, akhirnya para buaya perlahan masuk ke dalam sungai satu persatu. Mereka sudah tidak sabar untuk mendapatkan mantra kekuatan abadi.

Si Kancil sudah melihat para buaya membuat barisan sampai ke hutan seberang. Kemudian ia segera menginjakkan kaki di atas punggung buaya yang pertama, sambil membacakan mantranya.

“Ikuti kata-kataku, Buaya!” seru Si Kancil. “Betapa tak disangka,” ucap Si Kancil kemudian diikuti para Buaya dan Si Kancil segera lompat ke punggung Buaya kedua.

“Aku!” seru Si Kancil yang selanjutnya diikuti para buaya.

“Sangat pintar!” seru Si Kancil pada bacaan mantranya.

“Tapi, hari ini!” seru lagi Si kancil yang segera lompat ke atas punggung buaya yang terakhir.
Si Kancil segera melompat, “Aku bodoh!” seru Si Kancil yang segera lompat ke daratan. Ia tersenyum kepada semua buaya yang seperti sedang kebingungan. “Itulah mantranya, wahai para Buaya dan kalian telah berhasil tertipu.”

Mendengar ucapan Si Kancil maka semua buaya merasa marah karena telah dibohongi. “Dasar kau Kancil yang licik!” seru Buaya yang paling besar.

Si Kancil tidak mendengar umpatan para buaya yang marah kepadanya, sebab ia segera berlari menjauh. Kemudian ia segera melahap rumput hijau yang masih segar dan makan sampai sangat kenyang sendirian.

Akhirnya Si Kancil dapat menghilangkan bencana kelaparan di dalam hutan. Ya, semuanya pindah dan tinggal di hutan yang lebih hijau. Mereka semua hidup damai dan tidak lagi risau oleh berbagai kekhawatiran yang akan menimpa.

***
Selesai

Pesan moral yang dapat diambil dari kisah ini adalah kecerdikan seseorang akan mengalahkan semua orang yang hanya mengandalkan besarnya ukuran tubuh. Jadi buatlah keajaiban di dalam hidup dengan berbagai cara.

Desiana P

Belum ada Komentar untuk "Cerita Kancil dan Buaya kisah dimusim kemarau"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel