Cerita Bawang Merah Bawang Putih dongeng anak usia dini
Cerita Bawang Merah Bawang Putih - Matahari belum menampakkan terangnya sama sekali, akan tetapi seorang anak kecil baik hati itu harus mengerjakan pekerjaan rumah sedari pagi. Dia sedang mencuci tumpukkan piring kotor. Bukan bekas makannya, ia hanya memakai dua piring setiap hari, yakni makan siang dan sore hari.
Ya, ia mencuci piring kotor bekas ibu tiri dan saudari tirinya. Mereka memang memiliki kebiasaan makan yang banyak dan sesuka hati, terkadang mereka tertidur karena makan terlalu kenyang. Seperti tadi malam mereka makan ayam panggang yang dibelinya dari warung makan. Hanya bersisa tulang-tulang tanpa sedikitpun daging yang masih menempel. Akhirnya memasak nasi goreng tanpa lauk adalah makan malam yang selalu dianggap mewah olehnya.
Gadis kecil yang baik hati ini bernama Bawang Putih, belum sempat ia memiliki waktu untuk menyelami duka karena sang ayah meninggal dunia tiga hari yang lalu. Ia seakan tak ada waktu untuk melakukannya. Saudari tirinya Bawang Merah dan ibu tirinya seakan tidak memberinya sedikit pun waktu untuk istirahat sebentar saja.
Sebelum kepergian ayahnya, Bawang Putih tidak diperlakukan begitu keras seperti sekarang. Setidaknya ia masih memiliki waktu untuk bermain bersama kawan-kawannya. Entahlah, bagaimana nasibnya nanti. Akan tetapi ia selalu berharap ibu tiri dan Bawang Merah bisa menjadi bagian keluarganya yang baik hati. Hanya itu doa yang selalu terpanjatkan setiap hari, disela Bawang Putih mengerjakan rutinitasnya yang berat dan melelahkan. Ia masih punya yang maha kuasa sebagai satu-satunya pelindung hidupnya saat ini.
***
Sedari pagi Bawang Putih sudah berkutat dengan kesibukan di dapur seperti hari yang lainnya. Ia menyukai saat Bawang Putih bisa memasak berbagai makanan yang selalu memiliki rasa yang enak. Sehingga Bawang Merah dan ibunya selalu lahap ketika makan.
“Bawang Putih! Bawang Putih!” teriak Bawang Merah dari dalam kamarnya. Sedangkan Bawang Putih berada di dapur untuk menyiapkan bahan masakan. Namun segera berlari menuju kamar saudari tirinya Bawang Merah.
“Iya, ada apa Bawang Merah?” tanya Bawang Putih yang barusaja membuka daun pintu kamar Bawang Merah.
Bawang Merah segera menghampirinya dengan berkacak pinggang, “Kamu ini bagaimana, sudah berapa kupanggil baru datang sekarang!”
“Aku sedang di dapur,” ucap Bawang Putih.
“Cepat, kamu harus membantuku,” perintah Bawang Merah yang segera balik badan. Ya, dia ingin dibantu menarik resleting untuk menutup bagian belakang pakaiannya. Padahal hanya berjarak lima sentimeter. Mungkinsaja, Bawang Merah tidak diajarkan untuk belajar mandiri. Ia terbiasa melakukan segala sesuatu dengan bantuan orang lain, sehingga kesulitan untuk berperilaku mandiri.
Bawang Putih tidak banyak bicara, ia hanya langsung melakukan perintah Bawang Merah padanya.
“Hati-hati kau, Bawang Putih!” ancam Bawang Merah. “Jika tidak maka aku akan mengatakannya pada ibuku, tahu!”
Akhirnya selesai juga dan Bawang Putih segera berlalu dari kamar Bawang Merah yang kini sedang mematut diri di depan cermin.
“Bawang Putih! Bawang Putih!” teriak ibu tirinya dari dapur. Mendengar ibunya berteriak, Bawang Putih segera berlari dari lorong kamar Bawang merah dan segera sampai di dapur meski dengan nafas yang tersengal.
“Kamu harus segera mencuci semua wadah kotor ini!” perintah ibunya yang menyuruh untuk mencuci semua peralatan masak yang warnanya menjadi kehitaman akibat pemanasan di tungku kayu bakar.
“Tapi, Bu, ini terlalu banyak,” ucap Bawang Putih kaget dengan panci dan wajan kotor yang entah kapan dipakainya. Padahal Bawang Putih selalu mencuci semua peralatan setiap hari setelah memasak.
“Lalu, kamu mau apa? Hah?” tanya ibunya yang terlihat marah akibat mendengar penolakan Bawang Putih. “Kau harus segera mencucinya sekarang, cepat!”
Tanpa banyak penolakan dan banyak bicara, akhirnya Bawang Putih segera membawa wadah kotor itu menuju sungai untuk segera dicuci.
Semenjak kepergian ayah Bawang Putih maka semakin keras pula ibu tiri dan Bawang Merah memperlakukan Bawang Putih dengan seenak hati. Akan tetapi Bawang Putih tidak pernah sekalipun merasa disakiti oleh mereka berdua. Ia yakin bahwa segala sesuatu akan dibalas oleh yang maha kuasa, jadi ia hanya perlu melanjutkan hidup tanpa harus memikirkan dendam dan sakit hati.
Pagi ke pagi seolah menjadi suatu rutinitas yang terlalu cepat untuk ditemui setiap hari. Seperti hari ini Bawang Putih sedang mencuci pakaian milik ibu dan saudari tirinya. Ia sudah mencuci sedari pagi dan belum juga selesai.
“Tidak!!” teriak Bawang Putih setelah menyadari selendang ibunya hanyut terbawa arus sungai ke hilir. Arusnya cukup deras dan selendang ibunya semakin jauh terbawa arus, ia sedang memikirkan cara supaya bisa mendapatkan kembali selendang ibunya. Sekaligus memikirkan bagaimana nasibnya nanti jika selendang itu tidak bisa ia dapatkan kembali.
“Apa yang sedang kamu lakukan, Bawang Putih?” tanya seseorang yang tidak terlihat oleh Bawang Putih.
“Siapa?” tanya Bawang Putih yang heran.
“Aku di sini, di bawahmu.” Seseorang itu menjawab seketika.
Bawang Putih terkejut dan segera berdiri lalu menghindar setelah mengetahui siapa yang berbicara padanya, ia adalah seekor ikan mas yang mendongakkan sedikit kepalanya sehingga menyembul ke permukaan air.
“Kamu ikan yang bisa bicara?” tanya Bawang Putih memastikan. Kemudian ia segera mencubit pipinya sendiri takut jika sedang berhalusinasi.
“Iya, aku ikan yang bisa bicara.” Sang Ikan dengan tegas mengungkapkan kebenarannya. “Aku diperintahkan untuk menjadi temanmu, Bawang Putih,” ucapnya yang sesekali mengepakkan siripnya sebagai titik keseimbangan supaya tidak terbawa arus sungai.
“Benarkah itu?” tanya Bawang Putih yang kaget sekaligus bahagia.
“Ya, tentusaja aku akan menemanimu.” Sang Ikan menegaskan lagi. “Sekarang apa yang bisa aku bantu?”
“Selendang milik Ibuku hanyut terbawa arus. Bisakah kamu mengambilnya, Ikan Baik?” tanya Bawang Putih sekaligus meminta pertolongan.
“Tentusaja, teman-temanku akan mengambilnya untukmu.” Sang Ikan menjawab. “Aku tahu dan bahkan semua juga tahu bahwa kamu tinggal bersama Ibu dan saudari tiri.”
“Iya, kamu betul. Doakan saja semoga mereka kelak akan menjadi manusia baik untuk selamanya,” ujar Bawang Putih yang berkata sembari tersenyum.
“Kamu memang anak yang baik, Bawang Putih.” Sang Ikan berkata dengan rasa bangga. ia merasa sangat nyaman bisa menemani gadis kecil yang baik hati seperti Bawang Putih.
Kemudian tiba-tiba datanglah segerombolan ikan kecil yang sekaligus membawa kembali selendang milik ibu Bawang Putih. Sontak saja Bawang Putih kaget.
“Inilah teman-temanku, Bawang Putih dan ini juga selendang milikmu. Ambillah!” ujar Sang Ikan Baik, kemudian Bawang Putih segera mengambil selendang milik ibunya.
“Terima kasih banyak, kalian sudah menyelamatkan selendangku dan juga hidupmu.” Bawang Putih merasa hidupnya sudah terselamatkan dengan bantuan temannya si Ikan Baik yang menolongnya.
“Tentusaja, sama-sama. Jangan sungkan untuk meminta bantuan, jika suatu hari kamu kembali membutuhkan bantuan,” ucap Ikan Baik kemudian.
“Bawang Putih!!” teriak Bawang Merah yang tiba-tiba mengusik suasana tenang Bawang Putih bersama si Ikan Baik.
“Iya, ada apa Bawang Merah?” tanya Bawang Putih yang juga merasa kaget karena kedatangan saudari tirinya.
Bawang Merah menghampiri Bawang Putih dengan membawa beberapa baju kotor di dalam pangkuannya. “Ini cucianku belum kau bersihkan!” teriak Bawang Merah sembari mendekat.
Kemudian melihat keadaan itu, maka si Ikan Baik berniat menjahili Bawang Merah dengan sihirnya. Kemudian si Ikan Baik membuat kaki Bawang Merah menjadi terpeleset dan akhirnya jatuh terjerembab ke dalam air sungai.
“Aaa!!” Bawang Merah berteriak seketika, saat kakinya terpeleset dan Byurr! Ia masuk ke dalam air sungai yang masih dingin di pagi hari. Tak hanya itu, baju-bajunya juga ikut hanyut. Meskipun sebenarnya itu hanya rekaan, karena baju bawang Merah sengaja ditarik oleh ikan-ikan kecil ke arah hilir. Sehingga Bawang Putih pun tidak bisa banyak membantu nasib baju Bawang Merah.
Bawang Putih hendak memberi bantuan kepada Bawang Merah. Tapi hal itu langsung ditolaknya, maka sekali lagi Bawang Merah menolak bantuan Bawang Merah. Mungkinsaja dia malu kepada Bawang Putih, akhirnya Bawang Merah pergi dengan keadaan yang menggigil.
Mereka tidak menyadari jika hari ini adalah hari istimewa, yakni hari diberi hadiah oleh seorang Petapa yang tinggal di kaki gunung untuk meditasi. Ya, semua penduduk selalu mendapatkan hadiah ajaib setiap pertengahan bulan.
“Ibu! Kemari sekarang juga!” teriak Bawang Merah dari teras rumah. Kemudian ibunya segera datang berkat suara Bawang Merah yang sangat nyaring. Tak tertinggal Bawang Putih juga menghampiri.
“Ada apa, Nak?” tanya ibunya yang kaget.
“Lihat ibu, kita mendapat hadiah,” ucap Bawang Merah menunjuk dua kotak yang memiliki ukuran yang berbeda.
“Apa ini?” tanya ibunya yang heran dengan kedatangan paket di rumahnya.
“Oh, di sana ada tulisannya, Bu!” seru bawang Putih yang melihat tulisan di dekat paket ajaib itu.
Di sana tertera di kotak kecil dengan nama Bawang Merah dan kotak besar dengan nama Bawang Putih. Tentusaja seperti bayak hal yang sudah terjadi sebelumnya, Bawang Merah tak ingin merasa kalah dari bawang Putih.
“Aku tidak ingin kotak yang kecil, Ibu,” ucap Bawang Merah yang segera meminta kepada ibunya.
“Tentusaja, anakku. Kamu akan selalu mendapatkan apa yang kamu minta.” Ibu Bawang Merah menenangkan putrinya tercinta.
“Tapi, Bu. Seperti aturan sebelumnya kita tidak boleh menukar hadiah yang diberikan dari Petapa.” Bawang Merah kembali menjelaskan bahwa hadiah itu akan selalu bertemu pada pemiliknya, meskipun dengan berbagai cara.
Ibu Bawang merah segera berkacak pinggang, “Tahu apa kau anak kecil?”
Kemudian Ibu bawang Merah segera mengambil kotak besar untuk putrinya, Bawang Merah. Akhirnya mereka pergi menuju kamar Bawang Merah.
“Wahai yang maha Kuasa, aku di sini secara tidak sengaja mengambil kotak kecil ini. Aku mohon maafkan aku.” Bawang Putih segera mengambil kotak kecil dan masuk ke dalam kamarnya sendiri, ia tidur di kamar pembantu seorang diri. Tapi dia adalah gadis kecil yang sangat kuat. Sehingga ia tidak punya alasan untuk bersedih.
Bawang Putih segera membuka hadiahnya dengan perlahan dan terlihatlah di sana, jika hadiahnya adalah sebuah kalung cantik yang kecil dengan hiasan menarik. Kemudian ia segera membuka gantungan liontinnya. Ternyata di sana terdapat foto ayah dan ibunya dengan wajah yang masih muda, mungkinsaja ini foto masa muda. Bawang Putih segera menyimpannya di dalam kotak yang berada di atas lemari. Ia merasa beruntung diberikan kotak kecil oleh ibu Bawang Merah.
Lalu ia hendak menuju dapur untuk memasak, tiba-tiba terdengarlah suara jeritan, kemudian setelah Bawang Putih mendekat pada sumber suara, ternyata itu berasal dari kamar Bawang Merah.
Setelah diperiksa ternyata hadiah yang didapat Bawang Merah hanya selendang, dimana mereka telah memiliki motif yang sama sebelumnya. Mereka sangat kecewa bukan pada para pengutus Petapa akan tetapi menyesal karena telah menukar hadiah dengan kotak yang diberikan pada Bawang Putih.
Ya, sebenarnya hadiah yang dapat diterima dari Petapa Agung adalah selalu kembali kepada pemiliknya, meskipun dimanipulasi berbagai cara. Kemudian setiap bulan para penduduk desa akan menerima hadiah dari Petapa Agung dengan kekuatannya.
Setelah berulangkali merasa gagal untuk mendapatkan hadiah yang bagus, maka Bawang Merah selalu mengambil hadiah sesuai nama yang tertera.` Kemudian seperti harapan sebelumnya, bahwa Bawang Putih menginginkan bawang Merah dan ibunya bisa menjadi anggota keluarga besarnya dan harapan itu terjadi.
Bawang Merah dan Ibunya perlahan memperbaiki keadaan sikapnya selama ini, hingga mereka benar-benar menjadi ibu tiri dan saudari tiri yang baik hati, sebaik Bawang Putih. Akhirnya mereka hidup bahagia sampai tidak terasa Bawang Merah dan Bawang Putih beranjak dewasa.
Pesan Moral yang dapat kita ambil dari kisah ini adalah kita harus menjadi orang yang bersabar dan jangan sekalipun bersikap marah. Seperti Bawang Merah yang mendapat ganjaran akibat marahnya sendiri dan Bawang Putih yang mendapat teman Si Ikan Ajaib.
Desiana P
Ya, ia mencuci piring kotor bekas ibu tiri dan saudari tirinya. Mereka memang memiliki kebiasaan makan yang banyak dan sesuka hati, terkadang mereka tertidur karena makan terlalu kenyang. Seperti tadi malam mereka makan ayam panggang yang dibelinya dari warung makan. Hanya bersisa tulang-tulang tanpa sedikitpun daging yang masih menempel. Akhirnya memasak nasi goreng tanpa lauk adalah makan malam yang selalu dianggap mewah olehnya.
Gadis kecil yang baik hati ini bernama Bawang Putih, belum sempat ia memiliki waktu untuk menyelami duka karena sang ayah meninggal dunia tiga hari yang lalu. Ia seakan tak ada waktu untuk melakukannya. Saudari tirinya Bawang Merah dan ibu tirinya seakan tidak memberinya sedikit pun waktu untuk istirahat sebentar saja.
Sebelum kepergian ayahnya, Bawang Putih tidak diperlakukan begitu keras seperti sekarang. Setidaknya ia masih memiliki waktu untuk bermain bersama kawan-kawannya. Entahlah, bagaimana nasibnya nanti. Akan tetapi ia selalu berharap ibu tiri dan Bawang Merah bisa menjadi bagian keluarganya yang baik hati. Hanya itu doa yang selalu terpanjatkan setiap hari, disela Bawang Putih mengerjakan rutinitasnya yang berat dan melelahkan. Ia masih punya yang maha kuasa sebagai satu-satunya pelindung hidupnya saat ini.
Bawang Merah dan Bawang Putih Google.go/picture |
***
Merah Pemarah dan Putih Baik Hati
Sedari pagi Bawang Putih sudah berkutat dengan kesibukan di dapur seperti hari yang lainnya. Ia menyukai saat Bawang Putih bisa memasak berbagai makanan yang selalu memiliki rasa yang enak. Sehingga Bawang Merah dan ibunya selalu lahap ketika makan.
“Bawang Putih! Bawang Putih!” teriak Bawang Merah dari dalam kamarnya. Sedangkan Bawang Putih berada di dapur untuk menyiapkan bahan masakan. Namun segera berlari menuju kamar saudari tirinya Bawang Merah.
“Iya, ada apa Bawang Merah?” tanya Bawang Putih yang barusaja membuka daun pintu kamar Bawang Merah.
Bawang Merah segera menghampirinya dengan berkacak pinggang, “Kamu ini bagaimana, sudah berapa kupanggil baru datang sekarang!”
“Aku sedang di dapur,” ucap Bawang Putih.
“Cepat, kamu harus membantuku,” perintah Bawang Merah yang segera balik badan. Ya, dia ingin dibantu menarik resleting untuk menutup bagian belakang pakaiannya. Padahal hanya berjarak lima sentimeter. Mungkinsaja, Bawang Merah tidak diajarkan untuk belajar mandiri. Ia terbiasa melakukan segala sesuatu dengan bantuan orang lain, sehingga kesulitan untuk berperilaku mandiri.
Bawang Putih tidak banyak bicara, ia hanya langsung melakukan perintah Bawang Merah padanya.
“Hati-hati kau, Bawang Putih!” ancam Bawang Merah. “Jika tidak maka aku akan mengatakannya pada ibuku, tahu!”
Akhirnya selesai juga dan Bawang Putih segera berlalu dari kamar Bawang Merah yang kini sedang mematut diri di depan cermin.
“Bawang Putih! Bawang Putih!” teriak ibu tirinya dari dapur. Mendengar ibunya berteriak, Bawang Putih segera berlari dari lorong kamar Bawang merah dan segera sampai di dapur meski dengan nafas yang tersengal.
“Kamu harus segera mencuci semua wadah kotor ini!” perintah ibunya yang menyuruh untuk mencuci semua peralatan masak yang warnanya menjadi kehitaman akibat pemanasan di tungku kayu bakar.
“Tapi, Bu, ini terlalu banyak,” ucap Bawang Putih kaget dengan panci dan wajan kotor yang entah kapan dipakainya. Padahal Bawang Putih selalu mencuci semua peralatan setiap hari setelah memasak.
“Lalu, kamu mau apa? Hah?” tanya ibunya yang terlihat marah akibat mendengar penolakan Bawang Putih. “Kau harus segera mencucinya sekarang, cepat!”
Tanpa banyak penolakan dan banyak bicara, akhirnya Bawang Putih segera membawa wadah kotor itu menuju sungai untuk segera dicuci.
***
Bertemu Ikan Ajaib
Semenjak kepergian ayah Bawang Putih maka semakin keras pula ibu tiri dan Bawang Merah memperlakukan Bawang Putih dengan seenak hati. Akan tetapi Bawang Putih tidak pernah sekalipun merasa disakiti oleh mereka berdua. Ia yakin bahwa segala sesuatu akan dibalas oleh yang maha kuasa, jadi ia hanya perlu melanjutkan hidup tanpa harus memikirkan dendam dan sakit hati.
Pagi ke pagi seolah menjadi suatu rutinitas yang terlalu cepat untuk ditemui setiap hari. Seperti hari ini Bawang Putih sedang mencuci pakaian milik ibu dan saudari tirinya. Ia sudah mencuci sedari pagi dan belum juga selesai.
“Tidak!!” teriak Bawang Putih setelah menyadari selendang ibunya hanyut terbawa arus sungai ke hilir. Arusnya cukup deras dan selendang ibunya semakin jauh terbawa arus, ia sedang memikirkan cara supaya bisa mendapatkan kembali selendang ibunya. Sekaligus memikirkan bagaimana nasibnya nanti jika selendang itu tidak bisa ia dapatkan kembali.
“Apa yang sedang kamu lakukan, Bawang Putih?” tanya seseorang yang tidak terlihat oleh Bawang Putih.
“Siapa?” tanya Bawang Putih yang heran.
“Aku di sini, di bawahmu.” Seseorang itu menjawab seketika.
Bawang Putih terkejut dan segera berdiri lalu menghindar setelah mengetahui siapa yang berbicara padanya, ia adalah seekor ikan mas yang mendongakkan sedikit kepalanya sehingga menyembul ke permukaan air.
“Kamu ikan yang bisa bicara?” tanya Bawang Putih memastikan. Kemudian ia segera mencubit pipinya sendiri takut jika sedang berhalusinasi.
“Iya, aku ikan yang bisa bicara.” Sang Ikan dengan tegas mengungkapkan kebenarannya. “Aku diperintahkan untuk menjadi temanmu, Bawang Putih,” ucapnya yang sesekali mengepakkan siripnya sebagai titik keseimbangan supaya tidak terbawa arus sungai.
“Benarkah itu?” tanya Bawang Putih yang kaget sekaligus bahagia.
“Ya, tentusaja aku akan menemanimu.” Sang Ikan menegaskan lagi. “Sekarang apa yang bisa aku bantu?”
“Selendang milik Ibuku hanyut terbawa arus. Bisakah kamu mengambilnya, Ikan Baik?” tanya Bawang Putih sekaligus meminta pertolongan.
“Tentusaja, teman-temanku akan mengambilnya untukmu.” Sang Ikan menjawab. “Aku tahu dan bahkan semua juga tahu bahwa kamu tinggal bersama Ibu dan saudari tiri.”
“Iya, kamu betul. Doakan saja semoga mereka kelak akan menjadi manusia baik untuk selamanya,” ujar Bawang Putih yang berkata sembari tersenyum.
“Kamu memang anak yang baik, Bawang Putih.” Sang Ikan berkata dengan rasa bangga. ia merasa sangat nyaman bisa menemani gadis kecil yang baik hati seperti Bawang Putih.
Kemudian tiba-tiba datanglah segerombolan ikan kecil yang sekaligus membawa kembali selendang milik ibu Bawang Putih. Sontak saja Bawang Putih kaget.
“Inilah teman-temanku, Bawang Putih dan ini juga selendang milikmu. Ambillah!” ujar Sang Ikan Baik, kemudian Bawang Putih segera mengambil selendang milik ibunya.
“Terima kasih banyak, kalian sudah menyelamatkan selendangku dan juga hidupmu.” Bawang Putih merasa hidupnya sudah terselamatkan dengan bantuan temannya si Ikan Baik yang menolongnya.
“Tentusaja, sama-sama. Jangan sungkan untuk meminta bantuan, jika suatu hari kamu kembali membutuhkan bantuan,” ucap Ikan Baik kemudian.
“Bawang Putih!!” teriak Bawang Merah yang tiba-tiba mengusik suasana tenang Bawang Putih bersama si Ikan Baik.
“Iya, ada apa Bawang Merah?” tanya Bawang Putih yang juga merasa kaget karena kedatangan saudari tirinya.
Bawang Merah menghampiri Bawang Putih dengan membawa beberapa baju kotor di dalam pangkuannya. “Ini cucianku belum kau bersihkan!” teriak Bawang Merah sembari mendekat.
Kemudian melihat keadaan itu, maka si Ikan Baik berniat menjahili Bawang Merah dengan sihirnya. Kemudian si Ikan Baik membuat kaki Bawang Merah menjadi terpeleset dan akhirnya jatuh terjerembab ke dalam air sungai.
“Aaa!!” Bawang Merah berteriak seketika, saat kakinya terpeleset dan Byurr! Ia masuk ke dalam air sungai yang masih dingin di pagi hari. Tak hanya itu, baju-bajunya juga ikut hanyut. Meskipun sebenarnya itu hanya rekaan, karena baju bawang Merah sengaja ditarik oleh ikan-ikan kecil ke arah hilir. Sehingga Bawang Putih pun tidak bisa banyak membantu nasib baju Bawang Merah.
Bawang Putih hendak memberi bantuan kepada Bawang Merah. Tapi hal itu langsung ditolaknya, maka sekali lagi Bawang Merah menolak bantuan Bawang Merah. Mungkinsaja dia malu kepada Bawang Putih, akhirnya Bawang Merah pergi dengan keadaan yang menggigil.
***
Hikmah Hadiah dari Petapa
Mereka tidak menyadari jika hari ini adalah hari istimewa, yakni hari diberi hadiah oleh seorang Petapa yang tinggal di kaki gunung untuk meditasi. Ya, semua penduduk selalu mendapatkan hadiah ajaib setiap pertengahan bulan.
“Ibu! Kemari sekarang juga!” teriak Bawang Merah dari teras rumah. Kemudian ibunya segera datang berkat suara Bawang Merah yang sangat nyaring. Tak tertinggal Bawang Putih juga menghampiri.
“Ada apa, Nak?” tanya ibunya yang kaget.
“Lihat ibu, kita mendapat hadiah,” ucap Bawang Merah menunjuk dua kotak yang memiliki ukuran yang berbeda.
“Apa ini?” tanya ibunya yang heran dengan kedatangan paket di rumahnya.
“Oh, di sana ada tulisannya, Bu!” seru bawang Putih yang melihat tulisan di dekat paket ajaib itu.
Di sana tertera di kotak kecil dengan nama Bawang Merah dan kotak besar dengan nama Bawang Putih. Tentusaja seperti bayak hal yang sudah terjadi sebelumnya, Bawang Merah tak ingin merasa kalah dari bawang Putih.
“Aku tidak ingin kotak yang kecil, Ibu,” ucap Bawang Merah yang segera meminta kepada ibunya.
“Tentusaja, anakku. Kamu akan selalu mendapatkan apa yang kamu minta.” Ibu Bawang Merah menenangkan putrinya tercinta.
“Tapi, Bu. Seperti aturan sebelumnya kita tidak boleh menukar hadiah yang diberikan dari Petapa.” Bawang Merah kembali menjelaskan bahwa hadiah itu akan selalu bertemu pada pemiliknya, meskipun dengan berbagai cara.
Ibu Bawang merah segera berkacak pinggang, “Tahu apa kau anak kecil?”
Kemudian Ibu bawang Merah segera mengambil kotak besar untuk putrinya, Bawang Merah. Akhirnya mereka pergi menuju kamar Bawang Merah.
“Wahai yang maha Kuasa, aku di sini secara tidak sengaja mengambil kotak kecil ini. Aku mohon maafkan aku.” Bawang Putih segera mengambil kotak kecil dan masuk ke dalam kamarnya sendiri, ia tidur di kamar pembantu seorang diri. Tapi dia adalah gadis kecil yang sangat kuat. Sehingga ia tidak punya alasan untuk bersedih.
Bawang Putih segera membuka hadiahnya dengan perlahan dan terlihatlah di sana, jika hadiahnya adalah sebuah kalung cantik yang kecil dengan hiasan menarik. Kemudian ia segera membuka gantungan liontinnya. Ternyata di sana terdapat foto ayah dan ibunya dengan wajah yang masih muda, mungkinsaja ini foto masa muda. Bawang Putih segera menyimpannya di dalam kotak yang berada di atas lemari. Ia merasa beruntung diberikan kotak kecil oleh ibu Bawang Merah.
Lalu ia hendak menuju dapur untuk memasak, tiba-tiba terdengarlah suara jeritan, kemudian setelah Bawang Putih mendekat pada sumber suara, ternyata itu berasal dari kamar Bawang Merah.
Setelah diperiksa ternyata hadiah yang didapat Bawang Merah hanya selendang, dimana mereka telah memiliki motif yang sama sebelumnya. Mereka sangat kecewa bukan pada para pengutus Petapa akan tetapi menyesal karena telah menukar hadiah dengan kotak yang diberikan pada Bawang Putih.
Ya, sebenarnya hadiah yang dapat diterima dari Petapa Agung adalah selalu kembali kepada pemiliknya, meskipun dimanipulasi berbagai cara. Kemudian setiap bulan para penduduk desa akan menerima hadiah dari Petapa Agung dengan kekuatannya.
Setelah berulangkali merasa gagal untuk mendapatkan hadiah yang bagus, maka Bawang Merah selalu mengambil hadiah sesuai nama yang tertera.` Kemudian seperti harapan sebelumnya, bahwa Bawang Putih menginginkan bawang Merah dan ibunya bisa menjadi anggota keluarga besarnya dan harapan itu terjadi.
Bawang Merah dan Ibunya perlahan memperbaiki keadaan sikapnya selama ini, hingga mereka benar-benar menjadi ibu tiri dan saudari tiri yang baik hati, sebaik Bawang Putih. Akhirnya mereka hidup bahagia sampai tidak terasa Bawang Merah dan Bawang Putih beranjak dewasa.
Selesai
Pesan Moral yang dapat kita ambil dari kisah ini adalah kita harus menjadi orang yang bersabar dan jangan sekalipun bersikap marah. Seperti Bawang Merah yang mendapat ganjaran akibat marahnya sendiri dan Bawang Putih yang mendapat teman Si Ikan Ajaib.
Desiana P
Belum ada Komentar untuk "Cerita Bawang Merah Bawang Putih dongeng anak usia dini"
Posting Komentar