Kisah Petani Baik Hati yang Bahagia

Kisah Pak Petani dan Musim Dingin - Pada suatu hari dikisahkan di suatu desa yang hijau. Hiduplah seorang petani baik hati, ia tinggal seorang diri tanpa istri atau bahkan seorang anak di dalam rumahnya.

Rumah yang ditempati Pak Tua sampai saat ini tak ubahnya sebuah gubuk tua yang mulai lapuk. Maklum saja selama ini ia tidak memiliki sedikitpun biaya untuk memperbaiki rumahnya. Bahkan ia hanya sanggup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Sehingga sangatlah wajar jika pakaian yang ia gunakan bahkan dipenuhi tambal-tambal kain beraneka warna.
Kisah Petani Baik Hati yang  Bahagia
kamaka2013.blogspot.com

Kemalangan dan kesulitan hidup seolah menjadi sajian sehari-hari yang biasa bagi Pak Tua. Akan tetapi ia tidak pernah sekalipun menyesali keadaan yang meskipun ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk mengubah nasib hidup. Ya, ia selalu berdoa dan selalu berusaha tanpa lelah.

Hari ini Pak Tua kembali melakukan rutinitasnya sebagai seorang pekerja buruh milik tetangganya. Ya, ia hanya bekerja sebagai buruh sewaan, dimana pekerjaannya ditentukan berdasarkan hari yang sudah disepakati bersama pemberi kerja. Ia merasa lumayan dengan penghasilan dari pekerjaanya. Setidaknya ia bisa membeli makanan untuk beberapa hari ke depan, meskipun ia belum memiliki uang simpanan untuk musim yang akan datang. Namun ia yakin jika Tuhan akan memberikan rezeki yang melimpah di pergantian musim-musim selanjutnya.

Ya, ia hidup sebatang kara namun Pak Petani tidak pernah bersedih dan berputus asa. Ia tetap melakukan runtinitas seperti biasa dari satu musim ke musim selanjutnya. Kemudian seperti biasa ia akan melakukan rutinitas biasa sepulang bekerja. Seperti memasak, mencuci pakaian dan segera makan malam. Ia selalu berterima kasih atas makanan yang diperoleh, meskipun uang hasil kerjanya hanya cukup untuk membeli dua buah roti dan satu kilogram gandum kering. Ya, menunya memang tidak pernah istimewa. Hanya roti kering di pagi hari dan bubur gandum di malam hari, akan tetapi ia sangat bahagia bisa makan hari ini.

Setelah selesai makan malam, ia akan menuju jendela untuk sekedar istirahat sejenak. Terkadang ia kembali mengingat masa-masa dimana ia bisa berkumpul bersama istrinya dan anak-anak sedang berlarian di halaman tetangga. Akan tetapi ia kembali sadar jika keadaan kini telah berubah.

Perhatian matanya teralihkan oleh keadaan di luar rumahnya yang tampak di jendela. Dimana ia melihat butiran-butiran kecil berwarna putih turun dari langit yang sedikit mendung. Kemudian ia ingat jika itu adalah hujan salju, pertanda musim dingin akan segera dimulai. Juga sebagai pertanda jika pekerjaannya akan segera selesai untuk menjadi seorang tukang di rumah majikan sementara. Kembali ia menghela napas berat, ia ingat jika tak ada persediaan makanan, pakaian atau uang untuk menghadapi musim dingin.

Pak Tua segera bangkit menuju tempat tidurnya. Ia akan kembali bekerja besok tanpa harus memikirkan salju yang sudah turun. Ya, salju pertama yang biasanya akan ia peringati bersama keluarga dan rekan kerja. Tapi tidak ia lakukan untuk beberapa tahun ini, hanya sendirian tentulah tidak menyenangkan.

Tibalah pagi di desa Pak Tua, dimana ia bersiap untuk melakukan pekerjaan terakhirnya di rumah majikan sementara. Ya, sesuai kesepakatan yang terjadi sebelumnya. Hari ini juga ia akan mendapatkan gaji dari pekerjaannya.

Kemudian setelah menyelesaikan seluruh pekerjaannya, Pak Tua segera mendapatkan sejumlah uang. Meskipun tidak banyak, tapi uang itu akan cukup untuk menghadapi musim dingin, setidaknya dua minggu pertama.

“Terima kasih, Tuan untuk gajinya,” ujar Pak Tua kepada majikan sementaranya. Kemudian segera memasukkan uang ke dalam saku bajunya.

“Iya, sama-sama. Lagipula saya senang sebab hasil kerjamu sangat bagus,” Si Majikan Pak Tua berterima kasih padanya. “Selamat musim dingin.”

Tak terasa hari beranjak sore dan tentu saja besok hari menjadi berbeda. Akan ada musim baru yang datang. Musim dingin dengan hujan salju sejauh mata memandang. Pak Tua pulang dengan wajah bahagia.

***
Berakhirnya Kesedihan

Pagi yang dingin di musim bersalju dimana Pak Tua keluar dari rumahnya. Ia hendak mencari pekerjaan sebab keuangannya sudah habis untuk dua minggu pertama. Akan tetapi langkahnya berhenti ketika melihat sebutir telur tergeletak di antara hamparan salju yang dingin. Kemudian ia memungutnya dan kembali ke dalam rumah, bukan untuk memasaknya tapi menyelimuti telur itu dengan sehelai kain dan ditempatkan di dalam kotak supaya tetap hangat.
Setiap hari telur itu tetap berada dalam kotak yang nyaman dan dijaga oleh Pak Tua di rumahnya. Kemudian pada suatu hari telur itu menetas dan terlihat seekor anak burung menggeliat dari dalam cangkang telur yang sudah pecah.

Pak Tua tetap merawat sang burung kecil dan ikut membagi makanan bersama peliharaannya. Tahun demi tahun dijalani bersama Pak Tua dan si burung kecil beranjak besar. Ya, ternyata si burung kecil itu adalah burung camar. Pak Tua sadar jika ia tidak bisa selamanya tinggal bersama sang burung camar.

Kemudian dengan rasa yang sangat sedih Pak Tua melepas burung camar kesayangannya di lahan yang luas. Akhirnya si burung camar pergi dengan gembira menuju alam bebas. Pak Tua pulang ke rumahnya dengan langkah yang gontai.

Pada musim dingin berikutnya Pak Tua tidak bisa bekerja seperti sebelumnya. Ia terbaring sakit dengan keadaan yang tidak punya makanan dan uang, sebab sudah lama tidak bekerja.
Kemudian terdengar ketukan pintu dari luar rumahnya. Betapa kagetnya Pak Tua ketika mengetahui jika burung camarnya datang kembali. Ia sangat bahagia sebab peliharaannya tidak melupakan dirinya meskipun sudah lama tidak berjumpa.

Ternyata burung camar itu membawa segenggam benih tanaman kemudian Pak Tua mengambilnya. Burung camar menuju hamparan salju dan seperti membuat lubang tanah. Ya, ia seolah mengajak Pak Tua untuk menanam benih yang sedang digenggamnya kini. Sore hari tiba dan burung camar pergi dari rumah Pak Tua.

Esok hari secara ajaib tumbuhlah sebuah pohon yang berbuah lebat. Tentu saja itu adalah buah yang ditanam bersama burung camar kemarin. Kemudian Pak Tua segera mengambil dan memakan buah tersebut dan seketika ia sembuh dari penyakitnya. Ia memberi nama buah itu sebagai buah Dewa.
Pohon Dewa tetap tumbuh dan tidak mengenal pergantian musim. Ya, pohon itu terus berbuah. Sehingga Pak Tua mengumpulkan buah yang matang kemudian dijual ke pasar.

Betapa terkejutnya ia ketika buah dagangannya laku keras dan itu terjadi setiap hari. Maka Pak Tua memiliki penghasilan yang sangat banyak, tak hanya itu ia juga berhasil memperbaiki rumah dan membeli sebidang tanah luas. Pak Tua mengolah tanah tersebut menjadi lahan pertanian, ia tanami dengan berbagai macam sayuran dan buah-buahan. Kini ia adalah seorang pedagang dan seorang petani yang cukup sukses di desanya.

Pak Tua kini telah berubah. Ya, keadaan hidupnya menjadi berubah sangat baik. Akan tetapi ia sama sekali tidak berubah, dimana ia tetap baik hati dan menolong siapapun dan apapun yang dapat diberikan bantuan.

Diceritakanlah di desa tersebut jika Pak Tua adalah Petani yang baik hati. Ya, semua orang memanggilnya demikian.

***
Selesai

Pesan yang dapat diambil dari kisah ini adalah kita harus tetap menolong sesama, meskipun kita berada di masa sulit sekalipun. Pak Tua sudah membuktikannya dan kita juga bisa mengikuti jejaknya dalam menyayangi sesama.

Desiana P

Belum ada Komentar untuk "Kisah Petani Baik Hati yang Bahagia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel